Oleh Emanuel Dapa Loka, Penyair kambuhan
Pria kurus berwajah letih
dengan es teh dan air mineral pada nampan di kepalanya
bernama Sunhaji
Kulitnya legam terpapar matahari,
berjalan kian ke mari menjajakan dagangannya yang tak seberapa,
tak hirau ia pada hujan
pandang enteng ia pada matahari yang kian terasa menikam ubun-ubun ketimbang sekadar menyinari
Langkah-langkah mengantarnya menjemput rezeki yang menanti, entah di mana
Sontak ia berhenti pada sebuah massa yang ia kira akan memberinya senyum untuk dibawa pulang bagi buah hati yang sudah merindu
Lelaki yang tangan kirinya patah setahun lalu saat bekerja sebagai buruh itu
tidak mengira bahwa dari mulut yang selalu disesaki ayat surga
meluncur kata yang anjrit dan tawa olok yang menikam
Jantungnya nyaris berhenti berdetak ditembus bilah-bilah kosa kata beracun dari mulut suci muci, yang anehnya disambut tawa mulut suci muci yang lain
Lutut Sunhaji gemetar menyangga tubuh kurus yang mungkin juga belum makan seharian,
napasnya sontak tersumbat kata-kata nista tak berperi
Untunglah, jiwanya adalah jiwa ksatria yang tertempa angin, terayak derita suci, sehingga bibirnya masih tersenyum walau pahit
Sunhaji bekerja tanpa letih untuk menghidupi buah hatinya
Ia bertarung penuh peluh dengan tangan dan kakinya sendiri
Tak sudi ia mengemis atau bersiasat mengambil yang bukan miliknya, walau ini digemari para maling cerdas nan berilmu, sebab ia tahu dari petuah moyangnya, bahwa mengambil yang bukan milik akan membakar jiwanya dalam api yang tak terpadamkan
Sunhaji pun sangat tahu dan sadar sesadar-sadarnya bahwa uang yang dia dapatkan dari menjajakan es teh hanyalah receh-receh yang pasti kurang untuk mengisi perut Yuli Fatimah istrinya dan kedua buah cinta mereka, tapi tetap dilakukannya
Tentu juga pasti bahwa receh-receh itu tidak cukup untuk membeli kopiah putih atau kopiah hitam untuk menutupi kepalanya menyerupai kepala orang-orang yang saban waktu memanahkan kalimat-kalimat bertuah dari seluruh penjuru mata angin
Sunhaji hanyalah orang lumrah yang ingin bertarung untuk membela napas hidupnya dan orang-orang tercinta tapi, diganjar kata-kata berbisa
Sunhaji, elegi ini untukmu
Terpujilah jiwamu,
Terempaslah jiwa-jiwa kerdil nan buncah itu…
Leave a Reply