Oleh Dr Azyumardi Azra
Ungkapan «Indonesia Bertahan» bagi sebagian orang mungkin menyiratkan, secara mafhum mukhalafah (pemahaman terbaik), bahwa Indonesia boleh jadi tidak bisa bertahan. Karena itu, kenyataan bahwa Indonesia bisa terus bertahan (survive) sampai sekarang ini patut mendapat perhatian khusus.
Sebagian pengamat atau pengkaji Indonesia (Indonesianis) sering terkesima melihat kemampuan Indonesia bertahan. Sebab itulah mereka menyebut Indonesia sebagai keajaiban atau mukjizat (Indonesia is indeed a miracle).
Kenapa Indonesia adalah keajaiban? Ini tidak lain karena kemajemukan Indonesia yang luar biasa dalam berbagai bidang kehidupan, seperti suku bangsa, tradisi dan adat istiadat, bahasa, dan agama.
Dengan keragaman luar biasa itu sulit membayangkan terciptanya eksistensi Indonesia, khususnya sejak Indonesia mencapai kemerdekaan 17 Agustus 1945, yang selanjutnya melintasi berbagai gejolak politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama hingga sekarang.
Indonesia bisa bertahan di tengah perubahan domestik yang sering berlangsung sangat cepat dan berdampak panjang. Perubahan domestik itu sering terkait dengan perubahan dan gejolak di tingkat internasional. Di tengah peningkatan globalisasi sejak akhir 1980-an, Indonesia tidak bisa terhindar dari berbagai perubahan dan dinamika dunia internasional.
Salah satu perkembangan yang menimbulkan gejolak internal adalah kemunculan gelombang demokrasi di Indonesia menjelang akhir dekade 1990-an. Bermula dengan krisis moneter yang kemudian diikuti krisis ekonomi di beberapa negara Amerika Latin yang kemudian menyebar ke Asia Timur dan Asia Tenggara, Indonesia dengan segera juga mengalami semua krisis itu yang kemudian menjadi krisis politik. Krisis politik inilah yang kemudian memaksa Presiden Soeharto mundur pada Mei 1998 dari kekuasaan yang sudah dipegangnya selama lebih dari tiga dasawarsa.
Kisah selanjutnya adalah transisi Indonesia ke dalam demokrasi; dan transisi ini umumnya berlangsung dengan relatif lancar. Menjadi negara dengan penduduk mayoritas Muslim, Indonesia membuktikan bahwa Islam kompatibel dengan demokrasi; tidak ada masalah antara kaum Muslimin Indonesia dengan demokrasi; mereka terlibat sepenuhnya dalam proses-proses demokrasi.
Akan tetapi setelah pengalaman demokrasi lebih dari dua dasawarsa, demokrasi Indonesia di akhir dasawarsa 2010-an dan di awal dekade 2020-an terlihat mengalami setback. Banyak pengamat menilai, demokrasi Indonesia kini tergelincir menjadi flawed democracy, demokrasi yang cacat.
Memandang perkembangan yang tidak menggembirakan itu, sepatutnyalah kembali dilakukan rekonsolidasi demokrasi. Dan ini hanya bisa berhasil dengan adanya kemauan politik dap kesungguhan semua stake-holders demokrasi.
Azyumardi Azra, tulisan tersebut adalah PENGANTAR penulis dalam bukunya berjudul Indonesia Bertahan terbitan Penerbit Kompas
Leave a Reply