Merasa Dianaktirikan 45 Tahun, Masyarakat Pegubin Tolak Bergabung ke Provinsi Papua Pegunungan
JAYAPURA, LAPIERO.COM-“Sejak sepekan terakhir, baik Bupati, ASN, tokoh adat, tokoh agama, intelektual dan mahasiswa melakukan protes keras agar kami dari Pegunungan Bintang tetap ada di Provinsi Papua. Bahkan Bupati juga sudah bersurat resmi ke Presiden, Mendagri dan DPR RI. Tapi kok Pemerintah Pusat, dalam hal ini Komisi II DPR RI dan Kemendagri tidak mau dengar aspirasi kami. Kami akan gugat ke Mahkamah Konstitusi,” tegas intelektual Pegunungan Bintang, Yance Tapyor kepada media di Jayapura, Jumat, 1 Juli 2022.
Pernyataan tersebut menyangkut keputusan DPR RI (30 Juni 2022) memindahkan Kabupaten Pegunungan Bintang dari Provinsi Papua ke Provinsi Papua Pegunungan dengan ibukota Wamena.
Menurut Yance, tujuan pemekaran adalah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat Papua, baik bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial dan politik.
Oleh karena itu, Pemerintah Pusat semestinya mencermati letak Pegunungan Bintang dan aksesnya yang selalu bergerak ke Utara yakni ke Keerom, Kota Jayapura, dan Kabupaten Jayapura. Bukan ke Merauke, apalagi ke Wamena.
“Kami sudah menderita dan dianaktirikan selama 45 tahun ketika berada di Kabupaten Jayawijaya. Kami tak punya akses sama sekali dari Pegunungan Bintang ke Wamena. Kami seluruh masyarakat dari 34 distrik dan 277 kampung sudah menyatakan sikap bahwa kami tetap berada di Provinsi Papua. Karena jika tidak, kami tambah menderita karena makin jauh dari ibukota provinsi,” tegasnya.
Saat ini (1/7), kata Yance, Bupati Spei Bidana dan 25 anggota DPRD Pegubin berada di Jakarta untuk memperjuangkan aspirasi ini.
Ia menilai, keputusan ini harus dikaji dan diuji materi tentang dasar pemindahan Pegubin ke Provinsi Papua Pegunungan.
“Dan kami minta anggota DPR RI dari Dapil Papua harus melihat persoalan ini dan ikut memperjuangkan di DPR dan Kemendagri. Masyarakat Pegunungan Bintang yang sudah memilih kalian, menunggu tanggung jawab moril kalian memperjuangkan aspirasi mereka,” katanya.
Sementara itu, Tokoh Agama Pegubin Yehezkiel Kaladana, S.Th mengatakan, seluruh masyarakat Pegunungan Bintang tidak terima keputusan Pemerintah Pusat yang membawa Pegubin masuk ke Provinsi Papua Pegunungan.
“Sebab dari akses pelayanan di semua bidang, dari Wamena maupun Merauke tidak ada sama sekali. Semua distrik punya lapangan terbang dan berpusat di Sentani. Jadi akses perekonomian, keluar masuk orang dan barang semua dari Jayapura. Jadi kami minta kepada Pemerintah Pusat, kami tetap di Provinsi Papua,” kata Yeheskiel.
Oleh karena itu, ia menegaskan, jika ada kepentingan elit tertentu untuk membawa Pegunungan Bintang ke Provinsi Papua Pegunungan, itu adalah sikap yang keliru dan mengorbankan masyarakat di Bumi Okmin.
“Kalau ke depan masyarakat wilayah adat Tabi dan Saereri mau ubah nama Provinsi Papua, kami masyarakat Pegunungan Bintang siap terima itu. Yang penting, kami tetap ada di Provinsi Induk Papua,” urainya.
Ia mengatakan, secara geografis, Pegubin sangat dekat dengan Kabupaten Keerom. Pemerintah Pegubin pun tengah membangun akses jalan darat dari Pegubin ke Keerom melalui Kementerian PUPR.
“Pemerintah Pusat harus bijak melihat kembali keputusan tentang penetapan DOB itu. Harus kaji ulang agar masyarakat Pegunungan Bintang tidak jadi korban. Jangan hanya mendengar sepihak, terutama elit-elit politik Papua yang menginginkan agar Pegunungan Bintang tidak lagi di Provinsi Papua,” tegas Yehezekiel.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rapat Paripurna Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022, pada Kamis, 30 Juni 2022 secara resmi telah mengesahkan tiga rancangan undang-undang (RUU) daerah otonomi baru (DOB) menjadi UU. Ketiga DOB itu yakni Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan. (Gusty MR)
Leave a Reply