JAKARTA, LAPIERO.COM-Dalam catatan akhir tahunnya di Kantor KPU RI pada Kamis, 29/12, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari menyampaikan kemungkinan pemungutan suara pada Pemilu 2024 dilakukan dengan sistem “proporsional tertutup” atau memilih partai, bukan caleg.
Kemungkinan tersebut terbuka setelah beberapa kader dari PDIP dan Nasdem mengajukan uji materi terhadap UU No. 7 tahun 2019 atau UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi.
Mereka meminta MK untuk membatalkan pasal 168 ayat 2 UU Pemilu yang mereka nilai bertentangan dengan UUD 1945. Mereka minta “sistem proporsional tertutup” dikembalikan.
Hasyim mengatakan sistem tersebut sedang disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, ada kemungkinan MK menetapkan sistem tertutup jika melihat rekam jejak putusan selama ini.
Atas kemungkinan tersebut, Hasyim mengimbau kepada pihak yang hendak mencalonkan diri sebagai caleg agar tidak terburu-buru.
Hasyim menyarankan semua pihak menunggu putusan tersebut.
Dalam sistem tertutup, nama caleg tak akan dicantumkan dalam surat suara. Pemilih hanya akan mencoblos logo partai.
Di sinilah partai berwenang menentukan siapa kadernya yang berhak duduk, jika suara menunjukkan partai mendapat kursi.
Seorang pria yang sedang bersiap-siap ikut serta dalam Pileg 2024, mengaku akan tahan langkah jika yang digunakan adalah sistem tertutup. Alasannya, jika system tertutup yang digunakan, maka caleg dengan no urut di belakang hanya bekerja untuk orang lain.
“Ibarat hanya cari keringat tanpa berharap mendapat kursi. Lalu, siapa yang akan all out dengan sistem ini?” tanyanya.
“Caleg yang sedang jadi ‘petahana’ akan meminta mendapat no urut muda (1 atau 2), lalu untuk apa yang lain bertarung,” tanyanya retoris.
Dari pengalaman selama ini katanya, Dapil yang akan dia masuki hanya dapat satu kursi. Dengan begitu, hanya no urut satu yang berpeluang mendapatkan kursi.
Menurutnya, seseorang mendapatkan no urut satu, bisa dengan berbagai cara. “Di sini keberatan saya. Tapi semoga putusan itu segera keluar agar bisa pastikan lanjut atau tahan langkah. Saya kira akan banyak bacaleg yang mundur teratur,” pungkasnya.
Sistem Proporsional Lebih Demokratis
Rasnius Pasaribu, Anggota DPRD Kota Bekasi dari Partai Golkar lebih setuju dengan Sistem Proporsional atau yang sering disebut Sistem Setengah Terbuka. Menurutnya, sistem ini lebih representatif karena jumlah kursi yang diperoleh sesuai dengan jumlah suara yang didapat dari masyarakat.
Lanjutnya, Sistem Proporsional lebih demokratis karena tidak ada suara yang hilang. Semua golongan pun berpotensi untuk terwakili.
Dengan Sistem Proporsional pula menurut Rasnius, lembaga perwakilan rakyat atau legislatif benar-benar menjadi wadah dari aspirasi seluruh rakyat.
Namun, Rasnius juga menilai ada kekurangan dari Sistem Proporsional. Dalam Sistem Proporsional, sulit diwujudkan kerja sama atau integrasi Partai Politik karena Parpol cenderung bertambah, sehingga cenderung pula mempertajam perbedaan satu sama lain.
Dalam Sistem Proporsional lanjut Rasnius lagi, kader partai sulit berkembang karena kuatnya peran pemimpin partai dalam menentukan nomor urut calon anggota legislatif.
Akibatnya tambah Rasnius, calon yang diikusertakan dalam pemilu bisa saja kurang dikenal oleh pemilih karena banyaknya wakil dari suatu wilayah.
Selain itu, ikatan antara wakil rakyat dengan pemilih atau konstituen cenderung renggang.
Lebih dari itu, wakil rakyat yang duduk di DPR pusat kurang memahami dan memperhatikan kebutuhan daerah.
Sistem proporsional berpotensi memecah partai politik ketika anggotanya berpikir partainya tidak lagi sejalan lalu memilih membentuk partai baru.
Dan akibatnya, karena jumlah partai yang bersaing banyak, partai sulit mendapatkan suara mayoritas, yaitu 50% + 1. (Lapier 07)
Leave a Reply