Ketika Malaikat Menuntun Randy Toh Penderita Ceberal Palcy Melukis

Randy dengan segala keterbatasannya melukis. Hasilnya menakjubkan!

Randy Jeremy Toh adalah penderita cerebal palcy (CP) dengan stadium tinggi sejak kecil.  Akibat CP, lelaki kelahiran  Bandung, 22 Januari 2002 ini tidak bisa berbuat banyak. Tidak bisa berjalan, tidak bisa melihat, tidak bisa makan sendiri sebab otot-otot tangannya lemah.

Beruntunglah dia memiliki ”Malaikat tak bersayap” bernama Vivie Jericho, ibunya yang dengan tangannya sendiri nan penuh kesabaran melalui tahap-tahap yang sangat lambat membuat Randy bisa berjalan, melihat, membaca walau dengan sangat terbatas.

Alhasil, dalam keterbatasannya itu, Randy bisa menghasilkan karya-karya berupa lukisan-lukisan abstrak yang mengagumkan. Lihatlah gambar-gambar reflektif yang berbicara tentang banyak hal melalui judul Flower For Mommy, Earth Should Be Fine, The Energy of Blossom Heart, God’s Creation, Love Can Be in Many Colour and Shape.

Karya-karya tersebut dipamerkan dalam  Jakarta Marketing Week  di Area Mozaik Walk, Tenant J dan K, Kota Casablanca, Jakarta. Dia juga pernah pameran di Tokyo, Jepang pada tahun 2014 dan di beberapa tempat dan event lain.

Randy akan ikut serta dalam Pameran Pelukis Istimewa bertema Tetap Berjuang dalam Keterbatasan di “75 Gallery”, Jl. mampang Prapatan Raya No 75 A, Jakarta Selatan.

Pameran akan dibuka oleh Pramono Anung dan Rano Karno pada pukul 13.30 (5 November 2024).  Pameran akan berlangsung antara 5-15 November 2024 (09.00-18.00 WIB).

Hanya Butuh Kanvas dan Cat Warna-warni

Seperti dijelaskan oleh sang ibu, untuk menggambar, Randy tidak memerlukan kuas dan peralatan khusus lainnya. Dia hanya membutuhkan kanvas dan cat warna-warni. Dan untuk melukis, sangat tergantung mood-nya.

Ketika ia menunjukkan isyarat bahwa dia mau melukis, sang ibu menyediakan canvas dan cat bermacam-macam warna, lalu memberi tahu bahwa dia sudah bisa beraksi.

See also  Persahabatan Orang Kristen yang Lumpuh dan Orang Muslim yang Buta

Randy lalu menyelupkan tangannya ke dalam cat kemudian mengusap-usapkan telapak tangan dan jari-jarinya yang berlumuran cat  di canvas.

Dengan feeling saja dia memilih warna cat lalu mengusap-usapkan atau menggerakkan jari-jarinya pada canvas. Gerakan jari-jarinya seperti gerakan jari orang yang menari. Tampak juga seperti bermain-main saja. Dalam hitungan waktu 30 menit, sebuah gambar sudah selesai.

Randy memang sangat jarang melukis. Tapi sejak melukis pada usia 11 tahun lalu, Randy sudah menghasilkan 43 karya. Hebatnya, gambar buatan Randy asli tanpa finishing touch dari siapa pun. Bahkan Randy sangat tidak suka kalau ada yang menyentuh gambarnya.

“Yang bisa dan boleh kami lakukan hanya membuatkan bingkai,” jelas Vivie yang juga adalah Vice President MarkPlus.

“Saya juga sangat bangga memiliki anak seperti Randy. Ia anak istimewa dan menjadi guru besar kesabaran bagi saya,” ujar wanita yang selalu berpikir positif ini.

Berawal dari Polandia

Semangat, Randy…!

Kesukaan Randy pada melukis berawal dari Polandia. Saat itu sang Ibu membawanya ke sana untuk menjalani therapy. Di sela-sela therapy ada sesi relax bagi anak-anak, Ini  dimaksudkan untuk membuat mereka tidak bosan. Mereka boleh melukis apa saja dalam sesi free painting itu. Ternyata Randy menunjukkan reaksi yang baik, dan berlanjut hingga hari ini.

Randy tidak bisa berbicara. Untuk mengutarakan keinginannya, selain melalui suara yang tidak jelas dan bahasa isyarat  yang tidak mudah dipahami, dia juga menuliskan keingianannya di laptop secara perlahan-lahan dalam Bahasa Inggris.

Bahasa yang ia mengerti hanya Bahasa Inggris, termasuk ketika ia memberi judul pada gambar-gambarnya. Hebatnya, untuk mengajari buah hatinya menulis, Vivie belajar hingga ke Philadepia.

Sebetulnya Lahir Normal

See also  Golgota dan Peringatan Terhadap Nasib Kita

Seperti Vivie jelaskan, ketika lahir di sebuah rumah sakit di Bandung, kondisi fisik Randy baik-baik dan sangat normal. Namun oleh karena sebuah ”kejadian” di rumah sakit, Randy mengalami koma selama 2,5 bulan lalu dibawa ke Singapura untuk dioperasi di sana.

Sebenarnya dokter di Bandung sudah menyarankan pada hari ke-12 agar Vivie mengikhlaskan Randy jika dipanggil Tuhan sebab tampaknya tidak bisa ditolong lagi.

“Tapi saya minta kepada Tuhan agar Ia memberi saya kesempatan menjadi ibunya dan akan merawat Randy, apa pun kondisinya,” ujar Vivie.

Inilah sebabnya, sampai sekarang dalam kondisi apa pun, Vivie selalu merawat Randy dengan sukacita. “Apa pun akan saya lakukan untuk Randy,” ujar ibu dua anak ini penuh haru.

Dokter di Singapura pun, setelah mendiagnosa selama 2,5 bulan mengatakan bahwa Randy tidak akan bisa berjalan, berbicara, melihat, hanya bisa berbaring seperti “pohon” dan bisa kejang dalam satu hari sebanyak 50 kali.

“Tapi bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Sekarang Randy bisa berjalan, melihat, membaca, mendengar, kejang hanya sekali sebulan, hanya memang belum bisa bicara. Kalau Tuhan buat dia bisa bicara, saya sangat bersyukur. Kalau tidak pun, saya tetap bersyukur,” tambah Vivie lagi.

Tidak ada kata menyerah bagi Vivie untuk mengusahakan kesembuhan bagi buah hatinya. Berbagai negara ia datangi agar Randy mendapatkan penanganan terbaik.

Sekarang Randy sudah bisa berjalan sendiri walau tidak stabil. Di bawah pengawasan Vivie, Randy bisa berolahraga setiap pagi selama 15 menit di kompleks perumahan.

Randy juga bisa membaca dari teks e-book. “Saya memilih e-book karena bisa dibesarkan sebab Randy perlu huruf yang besar,” jelas Vivie.

See also  Agustinus Tamo Mbapa, Persahabatan, dan Beras dari Piet Tallo

“Saya sangat bersyukur, Randy ada bersama saya hingga hari ini,” ujar Vivie penuh haru dan mata berkaca-kaca.

Sampai sekarang, Vivie tetap merawat Randy seperti merawat bayi karena boleh dikatakan, banyak pantangan. Makanannya harus terjaga. Dia juga sangat sensitif terhadap suara-suara di sekitarnya.

Kadang, rasa syukur Vivie seperti meletup-letup berbalut haru tatkala mengingat kata-kata dokter di Bandung dan di Singapura. (EDL)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*