Oleh Emanuel Dapa Loka, Wartawan dan penulis biografi
Di tengah paceklik calon bupati dari Kodi, tahu-tahu ”Telur pecah” lalu muncullah calon bupati dari wilayah dengan jumlah pemilik suara tertinggi di Sumba Barat Daya (SBD) itu. Dia adalah Agustinus Tamo Mbapa, S, Sos, M. Si (ATM) atau biasa yang disapa Gustaf dengan calon wakilnya Dr. Soleman Lende Dappa (SLD) dari Waijewa atau Wewewa Timur. Serta merta sebuah warna baru pun terbentang di pelataran Pilkada Kabupaten SBD dan peta politik bergeser ke mana-mana.
Sebelumnya, mustahil bisa muncul lagi calon setelah nyaris pasti 19 kursi di DPRD SBD dikuasai oleh Pasangan Ratu Angga dan 15 kursi berada di tangan Pasangan Rakyat. Bersamaan dengan itu, kans D. Damma yang tadinya gencar bergerilya dan disebut-sebut sangat potensial pun, sirna.
Sebelum kedua pasangan tersebut ”mendigdaya”, tidak ada tanda-tanda yang meyakinkan bahwa pada periode kali ini akan ada calon bupati dari wilayah Kodi. Memang semula ada beberapa putra Kodi yang merintis kemungkinan itu, tapi ya tidak meyakinkan; bisa karena mereka tidak memiliki partai. Atau, walau memiliki partai, kursi yang tersedia sangat jauh dari syarat minimal.
Lalu, ketika mendekati masa-masa akhir, makin kelihatan bahwa memang tidak ada calon bupati dari wilayah Kodi, asal pria pemberani bernama Wonakaka itu. Yeremias Tanggu dan Angga Kaka sama-sama ”Hanya” memilih kursi ”Konjak” atau kursi nomor dua.
”Pergunjingan” bahwa orang Kodi tidak mampu mengirim sopir semakin terdengar; baik lirih maupun jelas. Saya pun pernah menulis sebuah esai dengan judul Orang Kodi Hanya Berani jadi ”Konjak”? Silakan membaca. Anda pun bisa menangkap pesan di balik tulisan pendek tersebut.
BACA: https://lapiero.com/orang-kodi-hanya-berani-jadi-konjak/
Ambang batas atau threshold 20 persen kursi terasa sebagai penghalang utama bagi mereka yang ingin berkonstasi. Partai-partai kecil dengan jumlah suara yang tiris, jelas-jelas tidak bisa mengusung calon sendiri. Apalagi, dengan segala kemampuan, tekad, juga gengsi, telah terjadi aksi ”borong” partai oleh pasangan lain.
Bayangkan! Dari 35 kursi di DPRD SBD, tertinggal satu kursi yang belum ”disita” siapa-siapa, yakni kursi Partai Demokrat dari Dapil 2. Entah mengapa kursi ini masih bertahan. Apakah karena tidak ada deal yang saling menguntungkan atau bagaimana, tidak ada informasi yang terverifikasi.
Mimpi yang Mengentak
Di tengah situasi yang semakin pasti untuk Ratu Angga dan Rakyat, muncullah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah secara bervariasi untuk setiap daerah. Putusan tersebut ibarat entakan di tengah tidur dengan mimpi yang tidak karuan. MK ternyata mengedrop ambang batas 20 persen kursi di parlemen ke angka yang sangat ”terjangkau”. Bayangkan! Untuk bisa mengajukan calon gubernur di Jakarta misalnya, partai atau gabungan partai cukup memiliki kursi 7,5 persen.
Untuk kabupaten-kabupaten di NTT, angka-angkanya bervariasi. Untuk Sumba Timur (ST) yang suara sahnya 141. 736, dengan syarat 10 persen suara untuk bisa mengajukan calon, maka sebuah partai atau gabungan partai di ST cukup memiliki 14.174 suara. Untuk SBD, sebuah partai atau gabungan partai cukup memiliki 17. 279 suara, sudah bisa mengajukan calon.
Gerak Cepat dan Terukur
Sebagai politikus yang berpengalaman di partai, Agustinus Tamo Mbapa atau Gustaf dengan cepat menghitung kemungkinan dan melakukan komunikasi dan konsolidasi dengan berbagai pihak. Dari gerakan ini terjadi deal antara Partai Demokrat, PSI dan Soleman Lende Dappa untuk berkolaborasi. Ternyata, ketika digabungkan, suara kedua partai sudah memenuhi syarat untuk mengajukan calon. Suara Demokrat sebanyak 9.555 dan suara PSI 8.595.
Putusan MK yang kemudian secara cepat dan terukur ditangkap oleh Agustinus Tamo Ama dan Soleman Lende Dappa, meruntuhkan prediksi (yang nyaris nyata) bahwa di SBD hanya akan ada dua pasangan calon, dan akan berhadap-hadapan atau head to head.
Tidak Hanya Kirim ”Konjak”
Kini, wilayah Kodi tidak lagi hanya mengirim calon ”Konjak” atau mengincar ”Kursi nomor dua” tapi dengan kepala tegak dan dalam pacu napas kuda pasola di lintasan arena mengirim calon ”Sopir” untuk berkontestasi, beradu gagasan, strategi merebut hati rakyat, bertaruh gengsi di arena bernama Pilbup SBD.
Dengan populasi penduduk tertinggi di wilayah SBD dan dengan segudang calon potensial yang ia miliki, sangat wajar Kodi mengincar ”Kursi sopir”.
Kini, ibarat kuda pasola dari Kodi sedang berdandan lalu segera memasuki arena untuk bertaruh dan bertarung secara ksatria menghadapi lawan-lawan yang tidak bisa dipandang dengan sebelah mata. Apalagi, kedua pasangan kontestan yang lain dengan berbagai kesempatan dan fasilitas yang mereka miliki sudah melakukan sosialisasi ke tengah-tengah masyarakat dengan aksi-aksi gegap gempita.
Diharapkan, dari atas punggung kuda pasola ksatria tak berpelana itu, dengan magis aroma linting tembakau kodi, Gustaf akan memekikkan mantra-mantra bertuah bersama pasangannya Soleman Lende Dappa dengan aroma Kopi Waijewa yang selalu membangkitkan gairah bagi lahir semangat bersama untuk membangun SBD yang jauh lebih maju, aman dan nyaman bagi anak-anaknya.
Tentu saja dan tidak bisa tidak, seperti halnya pasangan lain, Pasangan AMAN harus bekerja jauh lebih keras dan cerdas untuk meyakinkan bahwa mereka adalah pilihan terbaik untuk bersama putra-putri SBD berjalan bahkan berlari siang malam melintasi bumi dan langit SBD menuju pelataran yang indah dan memberi harapan. Selamat berjuang!
Leave a Reply