Menteri Agama Minta Maaf Atas Pembubaran Doa Rosario di Tangerang Selatan

Ketua Presidium KWI Mgr Antonius Bunjamin OSC (tengah) dan Sekjen KWI Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM (kanan).

JAKARTA-Menteri Agama RI Yaqut Khoilil Qoumas di hadapan para Uskup dalam Sidang KWI (13-16 Mei 2024) meminta maaf atas aksi pembubaran ibadat Doa Rosario mahasiswa dari  Universitas Pamulang di jalan Ampera Poncol, Cisauk, Tangerang Selatan-Banten oleh Ketua RT bernama Diding bersama gerombolannya.

Hal tersebut dikatakan oleh Ketua Presidium KWI Mgr Antonius Subianto Bunjamin saat menjawab pertanyaan wartawan dalam Konferensi Pers 100 Tahun KWI pada 17 Mei 2024 di Gedung KWI. Uskup Anton pun mengaku sangat prihatin. “Sangat prihatin. Kok masih terjadi di sekitar ibu kota ini?” tanya Uskup Anton retoris.

“Kemarin, Menteri Agama secara publik di ruangan sidang KWI minta maaf atas masih terjadinya kasus pelarangan orang berdoa. Ini doa kelompok anak-anak mahasiswa. Dirjen turun tangan, kementrian turun tangan karena viral. Bayangkan kalau ada perundungan terhadap agama tertentu yang tidak viral. Padahal, kita ini sudah maju,” ujarnya prihatin.

Pancasila Terkenal di Vatikan

Uskup Anton lalu mengungkapkan pengalamannya ketika dia dan Kardinal Suharyo ke Vatikan. “Saat ketemu Kardinal Parolin, sekretaris negara Vatikan itu, begitu kami masuk, langsung katanya ‘Indonesia Pancasila”. Terkenal luar biasa. Makanya di mana-mana saya katakan, ‘Semakin Katolik, semakin kristiani dan semakin Pancasilais. Jangan mengaku Katolik kalau tidak Pancasilais,’” kata Uskup Anton.

Dalam waktu singkat polisi sudah menangkap Diding dan tiga orang temannya. Mereka pun dijadikan tersangka. Kementrian Agama Kabupaten Tanggerang Selatan pun turun tangan. Sayangnya, Kemenag Kabupaten Tangsel Asep Azis Nassir justru memberi kesan memihak kepada Diding dan kawan-kawan. Banyak orang prihatin dengan pernyataan Asep tersebut.

Asep mempersoalkan tenggang rasa para mahasiswa itu menyangkut jam pelaksanaan, suara, jarak rumah dengan tetangga.  “Masalahnya, tenggang rasanya, pemilihan jamnya saat berlangsung, suaranya diatur sedemikian rupa. Kemudian kita juga harus paham sedekat apa lokasi sekitarnya  dengan rumah-rumah di sekitarnya, dan di sekitarnya orang beragama apa,” demikian tanggapan emenag Tamgerang Selatan Asep Aziz Harris itu.

See also  Uskup Jayapura kepada Cendikiawan Katolik Papua: Jangan jadi Pengecut

Media ini mendapatkan informasi bahwa ibadat Doa Rosario itu dilakukan pukul 19.30 WIB dan akan berakhir sekitar pukul 20 lebih sedikit. Suara nyanyian pun pelan.

Kenali Adat Istiadat Agama

Dalam konferensi pers tersebut, Sekretaris Jenderal KWI Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM menyerukan agar para pejabat mengenal agama berikut adat isti adat setiap agama yang ada di wilayahnya agar bisa melayani dengan baik.

“Hemat saya, Pemerintah daerah perlu mengetahui adat istiadat umat beragama lain. Jadi bukan hanya Islam, Katolik, Budha tapi semua. Sebagai pemerintah, ya memerintah untuk masyarakatnya. Dan masyarakatnya berbeda-beda, beragam. Saya punya pengalaman, ada pegawai pemerintah daerah tidak bisa membedakan Katolik dan Kristen, padahal secara konstitusional dua Lembaga ini diakui berbeda walaupun ada kesamaan, yakni sama-sama percaya kepada Yesus Kristus. Jadi, ini pesan untuk Pemerintah daerah, atau anggota DPR . Pemerintah di daerah mengertilah adat istiadat semua agama itu,” kata  Uskup Paskalis.

Sekadar pengingat. Pada malam itu (5 Mei 2024), Diding dan gerombolannya marah-marah atas diadakannya Doa Rosario di rumah kontrakan mahasiswa itu. Sadisnya, mereka datang dengan berteriak-teriak  sambil membawa senjata tajam, memaki-maki dan melukai seorang mahasiswi.

Seorang mahasiswa Muslim bernama Farhan yang kebetulan lewat di tempat itu melihat adanya ribut-ribut. Dia juga melihat seorang pemuda memegang pisau. Farhan pun bertanya untuk apa pisau itu, lalu terjadi cekcok. Pisau itu kemudian melukai pelipis kiri Farhan. (Lapier 07)

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*