Oleh Andre Koreh, Ketua Umum KONI NTT (2019-2021)
LAPIERO.COM-PON XX/2021 Papua ditutup Wapres Ma’ruf Amin dengan kesan sukses dan bernilai tambah bagi peserta PON, terutama bagi warga Papua, secara khusus dan Indonesia secara umum.
PON ini menurut Wapres adalah PON tersulit karena dilakukan di era Pendemi Covid, dan menurut Ketum KONI Pusat, Marciano Norman sebagai “PON Perjuangan” karena PON kali ini digelar pertama kali di wilayah Timur Indonesia, dengan berbagai kekurangan dan keterbatasan serta “stigma” Indonesia Timur, yang berbeda dengan wilayah barat Indonesia.
Banyak yang meragukan kemampuan Papua sebagai tuan rumah multi event 4 tahunan ini, apalagi setelah Papua menang lelang sebagai tuan rumah PON XX /2020 pada tahun 2014 yang lalu.
Namun sejarah mencatat, bahwa di Bumi Cendrawasih – Papua, wilayah Timur Indonesia yang selama ini diidentikkan dengan “kemiskinan, kebodohan, terluar, terbelakang, tertinggal” bahkan dianggap sebagai daerah yang tidak aman dan berbagai stigma negatif lainnya, termasuk isu pelanggaran HAM, sukses! Ternyata Papua membalikkan semua asumsi dan keraguan publik. Papua sukses sebagai Penyelengara PON XX/2021.
Setidaknya ada beberapa indikator sukses yang bisa dicatat; antara lain, aukses Penyelenggaraan. Ada 37 Cabor yang dipertandingkan dengan 56 disiplin dan 679 nomor pertandingan, melibatkan 6.746 atlet dan 3.300 official, berlangsung lancar aman dan tertib. Ada sedikit insiden di Cabor tinju dan gulat, namun itu hanya dinamika pertandingan karena secara keseluruhan semuanya lancar dan berlangsung dengan baik.
Juga ada miskomunikasi di bidang konsumsi, akomodasi dan transportasi , tapi itu terjadi hanya di awal penyelenggaraan, tapi selanjutnya semua lancar dan berjalan sesuai rencana.
Demikian pula Sukses Prestasi; ada 55 rekor nasional terpecahkan dari 4 cabang olah raga masing: Selam: 5 nomor, Atletik: 11 nomor, Angkat Besi: 17 nomor, Aquatik: 22 nomor. Hal ini menunjukkan bahwa para atlet bisa meningkatkan potensinya di arena PON ini. Di samping itu, Kontingen PON Papua sebagai tuan rumah berhasil masuk urutan 4 besar peraih medali terbanyak dengan meraih: 93 Medali Emas, 66 Medali Perak, 102 Medali Perunggu. Total: 261 buah medali dan meningkat 4 level dibanding PON XIX di Jabar pada 2016. Ketika di Jabar Papua berada di peringkat 8.
Papua juga sukses membuka ruang investasi sebagai salah satu ukuran kesuksesan, di mana banyak infrastruktur terbangun yang diinvestasikan pemerintah pusat maupun daerah, baik yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan PON seperti venue-venue baru berstandar internasional, maupun Infrastruktur pendukung lainnya seperti jalan, perumahan, air bersih, penataan bangunan dan lingkungan, persampahan, dll. Semuanya memberi akses kemudahan bagi masuknya investor untuk menanamkan modalnya di Papua.
Secara geopolitik, kesuksesan PON Papua memberi kesan kuat bahwa Papua adalah bagian dari NKRI yang telah layak dinilai sejajar dengan kemajuan provinsi lainnya di wilayah NKRI.
Di sisi lain, kesuksesan penyelenggaraan PON Papua, memberi pesan kepada dunia bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dengan persatuan dan kesatuan yang kokoh, aman dan damai warganya, serta mampu bangkit dari berbagai kesulitan ekonomi dengan menggelar sebuah multi event olahraga, justru di tengah kesulitan dunia menghadapi Pandemi Covid-19.
Kita menanti indikator sukses lainnya, yaitu sukses pertanggungjawaban keuangan. Seperti diketahui, tidak sedkit anggaran yang digelontorkan pemerintah baik pusat dan daerah maupun sumbangan dari berbagai pihak demi suksesnya perhelatan akbar ini. Semoga PB PON sebagai penyelenggara, dalam hal ini Pemda Papua, bisa menyempurnakan kesuksesan PON Papua dengan membuat pertanggungjawaban keuangan yang baik dan benar. Karena pertangungjawaban keuangan yang baik belum tentu benar. Tapi pertanggungjawaban yang benar hampir pasti baik. Kita menanti laporan keuangan penyelenggaraan PON oleh auditor negara.
Kesimpulan
Pertama, Papua telah membuktikan bahwa kemauan dan kerja keras serta komitmen tinggi untuk menggelar multi event semacam PON adalah sebuah keniscayaan yang bisa juga digelar di daerah timur Indonesia lainnya, atau daerah yang masuk dalam kategori daerah 3T ( tertinggal, terbelakang dan terluar).
Kedua, Menciptakan momentum seperti PON adalah strategi tepat dalam membangun daerah yang dirasa lamban pertumbuhannya, apalagi jika hanya mengandalkan dana DAU atau DAK dan DBH (dana bagi hasil). Ini berarti, momentum PON ini membuat posisi tawar penyelenggara PON (dalam hal ini Pemda sebagai tuan rumah), menjadi lebih kuat dalam mendesain dan mengkolaborasikan berbagai kepentingan daerahnya dengan berbagai pihak.
Ketiga, Sarana prasarana PON yang terbangun dengan standar kualitas internasional dapat dimanfaatkan pasca PON dengan menjadikan Papua sebagai salah satu pusat pengembangan olah raga nasional dan Pengurus Besar berbagai Cabang Olah Raga, bisa melakukan pelatihan nasional (Pelatnas) atau kejuaraan nasional maupun internasional. Dengan begitu, sarana ini bisa terpelihara dan termanfaatkan dengan baik demi peningkatan prestasi olahraga nasional.
Keempat, Papua adalah Indonesia, dan Indonesia adalah Papua. Antusiasme warga Papua selama PON seakan menjawab isue miring tentang “surga kecil” di timur Indonesia ini. Sebagian besar warga Papua mencintai NKRI, sehingga para pengamat dan pemerhati sosial atau SJW (sosial justifikasi warrior) yang menggoreng isue pelanggaran HAM, apalagi dilakukan dari luar negeri tanpa melihat fakta pembangunan di Papua. Inilah saatnya menilai Papua dengan jujur dan objektif bahwa Jakarta tidak mengabaikan Papua.
Kelima, PON Papua memberi pelajaran bahwa multi event sebesar apa pun bisa digelar di seluruh wilayah NKRI. Semboyan “TORANG BISA” adalah tekad bahwa apa pun kekurangan dan kesulitan, bisa kita hadapi dan atasi bersama, asalkan kita mau bersatu, bergandengan tangan, saling mengisi dan saling melengkapi! Salam Olah Raga! Jaya!
Leave a Reply