Pelajaran Psikologis Menakutkan dari Film Venom “2: Let There Be Carnage”

Film Venom Let There Be Carnage 2021

Anthony Dio Martin, Motivator dan penyuka film

TEMPUSDEI.ID (29/11/21)-Film Venom 2 Let There Be Carnage yang diproduksi Columbia Picture dan Marvel yang rilis Oktober 2021, membawa serta beberapa pelajaran menarik. Pelajaran ini berguna bagi hidup kita, tapi juga jadi peringatan bagi para orang tua, pendidik, tokoh politik dan juga pemimpin.

Tokoh yang justru menarik dikupas dalam film ini adalah musuhnya Venom sendiri yakni, Cletus Kasady (diperankan Woody Harrelson). Apa saja pelajaran penting bagi kita, dari sudut pandang psikologi. Ada tiga hal penting.

Pertama, Orang Terluka akan Melukai Orang (Hurting People Hurts People). Dalam film ini kisah masa lalu yang pahit Cletus Kasady diungkap. Sebenarnya, Cletus dibesarkan dalam situasi orang tuanya yang tidak peduli. Akibatnya, ia pun menjadi sangat liar. Ia menjadi sangat tertarik melihat orang lain menderita. Bahkan ketika masih kecil, ia mendorong neneknya dari tangga atas hingga tewas. Lalu ia pun mencoba membunuh ibunya sendiri yang lagi mandi dengan cara memasukkan hairdryer yang menyala ke dalam bathtub ibunya.

Masa kecil yang kelam inilah yang membuat Cletus menjadi semakin menjadi-jadi saat dewasa. Ia pun menjadi seorang psikopat yang membunuh banyak korban dengan sadis. Hingga akhirnya dihukum mati, meskipun hukuman ini tidak berhasil, gara-gara ia kemasukan simbiote Venom yang membuatnya jadi punya tenaga super dan berubah jadi Carnage.

Film inipun jadi catatan penting. Banyak kisah pembunuh berantai atau penjahat, punya latar belakang yang mendukung perilaku mereka. Sebagai contoh, kisah masa kecil Cletus mirip dengan Ted Bundy, pembunuh berantai terkenal di US antara 1974 hingga 1978 yang telah membunuh lebih dari 30 orang.

See also  Penyair Taufiq Ismail Memberi Kita Indonesia

Kisah Ted dan Cletus ini ada kesamaan. Umumnya mereka lahir dalam kondisi mengenaskan. Tanpa mengenal kebaikan. Dan sejak kecil telah punya tendensi keburukan. Dan sayangnya, kesalahan dan kejahatan mereka, tidak ada yang mencegah apalagi menasihatinya. Ditambah orang tua yang tak pernah peduli bahkan tidak ada hubungan emosional. Inilah yang lantas membuat lahirnya penjahat-penjahat paling sadis di dunia.

Kesdua, Korban bully berpotensi mem-bully lebih sadis. Karena tidak punya orang tua yang merawatnya, akhirnya Cletus dibesarkan di Panti Asuhan St.Estes Home. Di sinilah, Cletus akhirnya justru mendapatkan perlakuan yang buruk. Di-bully tiap hari oleh teman-temannya. Bahkan oleh staf di St. Estes pun, ia di-bully.

Dalam komik aslinya diceritakan bagaimana Cletus kemudian mendendam bahkan membunuh salah satu petugas administrator yang pernah membullynya. Hingga akhirnya, ia membakar panti asuhan itu. Keliaran Cletus juga menjadi semakin parah sebagai korban bully. Maka, ia pun jadi tak pernah kenal ampun, dalam menyiksa orang lain. Yang di-bully akhirnya justru jadi pem-bully yang paling kejam.

Meski fiktif, kisah ini sebenarnya masuk akal secara psikologis. Inilah yang selalu harus kita tegaskan soal bully. Banyak yang meremehkan soal bully dan menganggapnya enteng. Tapi bagi yang pernah merasakan bully itu, hal ini jadi trauma seumur hidup. Ada yang jadi depresif. Tapi, banyak pula yang jadi agresif dan bahkan melakukan berbagai hal penyiksaan dengan cara yang lebih sadis.

Inilah pelajaran penting soal bahaya bully, bagi anak dan remaja. Kita tak pernah tahu masa depan mereka akan jadi seperti apa. Apalagi, jika tidak pernah diobati atau dibereskan.

Ketiga, Kekuatan hanya akan memperkuat (Amplifikasi) kebaikan atau kejahatan pada dirimu!

See also  Kukira Hati Kita Telah Bertaut

Dalam film ini, Cletus akhirnya dirasuki Venom dan mengubahnya menjadi semakin jahat. Ia dan simbiotenya lantas berubah menjadi Carnage, yang komik aslinya diceritakan bahkan jauh lebih besar kekuatannya daripada Venom sendiri.

Oleh karena Cletus berwatak kriminal, maka Carnage yang mendiami tubuh Cletus pun menjadi semakin kuat, dan sangat jahat.

Film ini akhirnya jadi pelajaran berharga bahwa ternyata kekuatan yang diberikan kepada kita ataupun yang kita peroleh, akhirnya akan menjadi alat yang semakin memperkuat karakter asli dalam diri kita.

Kalau dalam diri kita adalah baik, maka kita akan menjadi pribadi yang semakin baik. Tapi, kalau watak asli kita buruk, maka itu pun hanya akan memperkuat watak buruk dalam diri kita.

Film ini akhirnya memperkuat pepatah yang saya pernah tulis, “Kekuatan dan kekuasaan hanya akan memperkuat karakter dirimu yang sesungguhnya. Dalam karakter baik, ia akan jadi pahala. Pada karakter buruk, ia akan jadi bencana”.

Ingatlah kembali kisah seperti Hitler. Ketika mendapatkan kekuasaan, ia menjadi semakin lalim dan jahat. Sementara banyak tokoh dunia lainnya yang justru menggunakan kekuasaannya buat kemakmuran rakyatnya.

Sungguh banyak pelajaran psikologis yang bisa kita petik dari film ini. Tapi, umumnya menakutan dan jadi peringatan buat kita!

Salam Antusias!

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*