Dengan Plus Minusnya, Sistem Pemilihan Terbuka Lebih Baik 

Oleh Lucius Karus, Peneliti FORMAPPI

Soal pernyataan Ketua KPU pada 29/12 yang menyebut adanya kemungkinan pemungutan suara di Pemiki 2024 dilakukan secara tertutup, saya kira itu mestinya sesuatu yang  di luar ruang lingkup kewenangan KPU sebagai penyelenggara pemilu.

KPU itu penyelenggara pemilu, bukan pembuat UU. Urusan sistem Pemilu itu urusan politik hukum di DPR, bukan urusan KPU. Tugas KPU menerjemahkan apa yang sudah ada dalam UU Pemilu.

Kalau Ketua KPU cawe-cawe urusan sistem pemilu, itu  seolah-olah menegaskan bahwa dirinya sebagai kaki tangan Parpol. Karena ada Parpol yang juga  mengembuskan isu sistem pemilu tertutup bahkan ada yang mengujinya di MK. Ketua KPU seperti tampil sebagai pemberi legitimasi atas keinginan Parpol-parpol itu.

Jadi buat saya, Ketua KPU  mengatakan sesuatu yang tak seharusnya ia katakan saat ini. Apalagi Ketua KPU mestinya tahu betul bahwa saat ini lembaganya sudah secara resmi menjalankan tahapan Pemilu.

Tahapan itu jelas disiapkan dengan skema sistem pemilu yang ada dalam UU Pemilu yakni sistem terbuka. Mestinya Ketua KPU hanya perlu memastikan kelancaran tahapan yang sudah dibuat tanpa perlu mengembuskan isu baru yang justru berpotensi memunculkan kegaduhan yang tak perlu.

Kalau Ketua KPU justru main-main dengan mewacanakan sesuatu yang baru, ia justru tengah menanam benih yang berpotensi mengganggu tahapan pemilu.

Soal keinginan untuk kembali kepada “sistem tertutup”, itu kerjaan Parpol-parpol yang oligarkis dan memastikan anggota DPR ditentukan sepenuhnya oleh Parpol.

Parpol-parpol ini ingin agar kendali atas kader benar-benar absolut di tangan mereka.

Karena Parpol-parpol pengusul ini masih bermasalah pada dirinya sendiri, rasanya sulit memercayai keingjnan mereka mengubah sistem Pemilu karena pertimbangan demokrasi. Ini hanya kedok!

See also  Penangkapan An Najah, Momentum Koreksi bagi MUI

Bagi saya, kondisi Parpol yang masih amburadul saat ini bukan saat yang tepat untuk mengganti sistem terbuka dengan sistem tertutup.

Sistem terbuka, walaupun belum sepenuhnya memberikan dampak positif bagi penguatan demokrasi, tetapi jelas masih lebih baik dibandingkan sistem tertutup.

Dengan sistem terbuka, ada ruang bagi kader untuk menguji dirinya apakah mendapatkan kepercayaan konstituen atau tidak.

Bagi pemilih sistem terbuka  juga lebih menguntungkan mereka karena hak untuk menentukan wakil yang benar-benar dipercaya bisa terjadi.

Apalagi sistem tertutup ini sudah pernah membuat Indonesia gagal sebagai negara demokrasi di bawah rezim Orba. Kenapa yang sudah terbukti gagal itu malah jadi pilihan bangsa setelah reformasi hadir untuk sebuah perubahan serius?

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*