Guru Berjuang Membentuk Karakter, Bukan Menyakiti

Odemus Bei Witono

Oleh Odemus Bei Witono, Direktur Perkumpulan Strada, dan Pemerhati Pendidikan

Guru adalah persona pelita bagi masa depan para murid, yang tidak hanya bertugas menyampaikan pengetahuan tetapi juga membentuk karakter dan nilai-nilai kehidupan.

Di Indonesia, di mana kesadaran akan pentingnya pendidikan karakter semakin berkembang, peran guru dalam mendidik dan menanamkan kedisiplinan menjadi sesuatu yang sangat berharga.

Sayangnya, dewasa ini, semakin banyak kasus di mana guru yang berusaha menegur atau memberi pembinaan secara wajar justru berakhir dengan bentuk kriminalisasi.

Ketakutan akan pelaporan orangtua yang salah paham terhadap niat baik guru dapat mematikan semangat pendidik dalam menjalankan tugas mereka dengan penuh tanggung jawab.

Hal demikian merupakan situasi mengkhawatirkan dan perlu mendapat perhatian serius, sebab jika guru tidak lagi berani menegur murid yang benar-benar melakukan kesalahan, tamat sudah pendidikan karakter anak-anak bangsa.

Pembentukan karakter pada peserta didik tidak terjadi begitu saja. Mereka membutuhkan arahan, nasihat, dan terkadang teguran tegas agar dapat memahami batasan dan tanggung jawab.

Bila guru-guru tidak lagi berani bertindak demi membentuk karakter, maka peserta didik hanya akan tumbuh tanpa kontrol, seolah-olah dunia adalah milik sendiri, sehingga mereka merasa bebas melakukan apa pun yang diinginkan.

Tidak hanya guru yang pada akhirnya takut menegur, tetapi juga orang dewasa lainnya seperti orangtua atau masyarakat di sekitar mereka.

Rasa takut ini bisa mengakibatkan pembiaran ekstrem terhadap perilaku anak yang salah, dan dalam jangka panjang, akan mengakibatkan generasi yang tumbuh tanpa tanggung jawab dan rasa hormat terhadap aturan.

Contoh nyata dari pentingnya kedisiplinan terlihat di sekolah-sekolah ternama di berbagai negara. Di Prancis misalnya, sekolah bergengsi seperti Lycée Louis-le-Grand telah menegakkan kedisiplinan sangat tinggi dalam belajar. Banyak alumni dari sekolah tersebut yang terbukti berhasil dalam meraih cita-cita terbaik mereka.

See also  Tatkala Ratu Wulla Mengincar Kursi SBD 1

Lingkungan disiplin yang demikian tidak hanya menghasilkan para murid cerdas secara akademis tetapi juga yang memiliki karakter kuat dan siap menghadapi tantangan hidup.

Sebaliknya, sekolah-sekolah yang menganut prinsip kebebasan ekstrem justru kerap berakhir dengan pembiaran atas perilaku buruk murid, yang tentu tidak membawa manfaat jangka panjang.

Begitu pula di Indonesia, kita mengenal beberapa sekolah yang mengutamakan kedisiplinan sebagai bagian dari pendidikan mereka, seperti SMA Taruna Nusantara, SMA Strada, SMA Kolese Kanisius, dan SMA St. Ursula.

Sekolah-sekolah tersebut terkenal dengan komitmen tinggi dalam proses membentuk murid agar berkarakter kuat dan disiplin, serta mengutamakan pendidikan karakter di samping pencapaian akademis.

Alhasil, para murid dari sekolah-sekolah tersebut umumnya tumbuh menjadi individu bertanggung jawab dan mampu menghargai nilai-nilai moral.

Sebaliknya, sekolah-sekolah yang terlalu permisif, di mana aturan longgar dan disiplin minim, kerap menghasilkan murid yang hanya mencari nilai atau ijazah, namun tanpa pembentukan karakter kokoh. Tentu saja hal demikian merupakan masalah serius, karena pendidikan sejatinya bukan hanya soal kecerdasan, tetapi juga soal moral dan karakter.

Tantangan utama yang dihadapi oleh sekolah-sekolah yang berkomitmen tinggi pada pendidikan karakter adalah pemahaman orangtua. Masih banyak orangtua yang salah kaprah dalam memandang pendidikan karakter.

Sebagian besar orangtua mungkin berpikir bahwa anak-anak mereka harus merasa senang dan bebas di sekolah, tanpa ada tekanan atau teguran.

Akan tetapi pandangan ini jelas keliru. Kebebasan tanpa tanggung jawab akan membawa peserta didik pada kesulitan di masa depan, ketika mereka harus menghadapi aturan dan tuntutan dalam kehidupan nyata.

Oleh karena itu, orangtua perlu memahami bahwa pendidikan yang baik sering kali membutuhkan teguran wajar, arahan, dan pembinaan yang mungkin terlihat tegas di mata mereka.

Lebih jauh lagi, penting bagi kita, menyadari bahwa undang-undang perlindungan guru yang turunannya tertuang dalam “Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pendidik dan Tenaga Kependidikan” perlu ditegakkan demi memastikan bahwa guru yang menjalankan tugasnya dengan benar tidak dihalang-halangi atau bahkan dikriminalisasi.

See also  Jangan Salah Pilih, Jangan Pilih Karena Uang

Guru yang bersedia mendidik dengan penuh dedikasi dan sepenuh hati berhak mendapatkan perlindungan hukum memadai, sehingga mereka dapat melakukan tugasnya tanpa rasa takut akan tuntutan yang tidak beralasan.

Dalam hal ini, perlu ada sinergi antara sekolah, guru, dan orangtua agar dapat menghasilkan lingkungan pendidikan kondusif bagi pembentukan karakter anak-anak.

Jika kondisi “kacau” yakni pendidikan tanpa arah dibiarkan, maka kita akan menyaksikan kemunduran karakter pada para murid di sekolah-sekolah. Mereka yang tumbuh tanpa aturan dan disiplin cenderung akan memiliki sikap apatis, egois, dan kurang peduli terhadap orang lain.

Hal tersebut pastinya bukan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan sejati adalah meluluskan individu yang tidak hanya pandai, tetapi juga mempunyai empati, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap sesama.

Proses Panjang

Pendidikan karakter sesungguhnya tidak dapat dikejar hanya dengan nilai akademik semata. Pendidikan karakter merupakan proses panjang yang melibatkan banyak aspek, mulai dari pembiasaan nilai-nilai positif, keteladanan, hingga pembinaan tegas jika diperlukan.

Guru sebagai pendidik tentu paham kapan harus bersikap tegas dan kapan harus memberi arahan yang lembut, dan inilah bagian dari profesi mereka. Akan sangat tidak bijak jika tindakan tegas seorang guru justru dijadikan dasar untuk melaporkannya, seolah-olah guru tidak memiliki hak membimbing para murid.

Di era digital ini, para murid juga semakin mudah mengakses informasi, termasuk budaya atau perilaku dari luar yang mungkin tidak sesuai dengan nilai-nilai kehidupan. Di sinilah pentingnya kehadiran guru dan orangtua dalam membimbing mereka agar tetap dalam koridor yang baik.

Tanggung jawab demikian tidak dapat diemban oleh guru sendirian, melainkan harus didukung penuh oleh orangtua yang memahami arti penting pendidikan karakter.

See also  Positivisasi Etika Lawan Manipulasi Hukum

Pendidikan yang sebenarnya membutuhkan sinergi positif antara guru, dan orangtua. Guru tidak akan pernah dapat membentuk karakter murid secara optimal jika orangtua tidak mendukung dan memahami proses yang terjadi.

Orangtua perlu sadar bahwa pendidikan karakter bukanlah proses instan, melainkan proses yang membutuhkan waktu, kesabaran, dan sering kali ketegasan.

Jika kita ingin para murid menjadi individu berkualitas baik dan siap menghadapi tantangan hidup, maka orangtua murid, masyarakat, dan pemerintah perlu mendukung peran guru dalam mendidik.

Mengkriminalisasikan guru yang berusaha mendidik secara baik justru akan menghambat upaya pendidikan ini, dan pada akhirnya, yang dirugikan adalah para murid itu sendiri.

Kini saatnya bagi kita semua dalam masyarakat agar menghentikan kriminalisasi guru yang sedang mendidik, kecuali kalau oknum yang bersangkutan benar-benar melakukan tindakan kriminal seperti pencurian, pelecehan seksual, dan pembunuhan.

Mari bersama-sama menghargai dan mendukung peran mereka, karena tanpa guru yang berani dan berdedikasi, masa depan para murid akan kehilangan pijakan kokoh.

Biarkan guru-guru berkualitas bekerja dengan tenang, mendidik para murid dengan kasih dan ketegasan yang mereka butuhkan. Tindakan baik dan tegas para guru bukan bertujuan menyakitkan peserta didik, melainkan mendidik dan mencerdaskan anak-anak bangsa.

 

 

 

 

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*