Ikatan Mahasiswa Sumba Jakarta Mempertanyakan Arah Pembangunan Sumba

Umbu Meha Tarap, Gustaf Tamo Mbapa dan Ferdy Ghoghi (moderator)

JAKARTA-Memperingati Dies Natalisnya yang ke-5, Ikatan Mahasiswa Sumba Jakarta (IMS-J) menggelar Diskusi Publik dengan judul Quo Vadis Sumba pada 26 April di Margasiswa, Menteng, Jakarta Pusat.

Diskusi ini menghadirkan empat orang pembicara, yakni Yosef Marcis Djakababa, Yulius Bobo, Agustinus Tamo Mbapa, Umbu Hunga Mehatarap, dengan moderator Ferdy Ghoghi.

Para pembicara dengan kaca mata masing-masing memotret berbagai hal yang menyebabkan ketersendatan pembangunan atau kemajuan Sumba, lalu mencoba memberikan rekomendasi.

Yosef Djakababa mengatakan, tidak bisa tidak, Sumba memerlukan Pendidikan yang berkualitas, walau menyadari akses menuju Pendidikan berkualitas untuk Sumba tidak mudah sebagaimana berbagai daerah lain. Untuk itu katanya diperlukan upaya serius dari berbagai pihak baik Pemerintah maupun swasta meningkatkan perhatian bagi terciptanya Pendidikan yang berkualitas.

Dosen Hubungan Internasional pada Universitas Pelita Harapan ini menyoroti peran para investor. Walau sudah ada investasi, kualitas Pendidikan belum memadai. Dia mengusulkan agar kepada investor yang masuk diberi tanggungjawab memberikan beasiswa kepada anak-anak di Sumba.

Wajibkan Investor Kasih Beasiswa

Dia juga menyayangkan pandangan Sebagian orang yang terkesan belum mengapresiasi profesi guru. “Yang saya sayangkan dari kalangan kita sendiri tentang mindset profesi dan kegiatan pendidikan. Dalam sebuah acara ada yang mengatakan, sayang sekali tidak ada yang jadi pengusaha, malah jadi guru. Kenapa profesi guru dianggap tidak prestisius? Mau intestasi sebanyak apa yang datang ke Sumba, kalau kau tidak punya otak, kau habis. Karena itu, peranan guru sangat-sangat penting. Menjadi guru itu sangat tidak mudah, tapi sayang kurang diapresiasi,” kata Yosef..

Anjur Yosef, lihatlah pendidikan berkualitas sebagai investasi Sumba masa depan untuk membangun SDM Sumba yang unggul. Tanpa SDM yang unggul, orang Sumba tidak akan mampu bersaing.

 “Saya tidak anti investor, tapi para investor itu harus diwajibkan untuk memberikan beasiswa,” tegasnya.

Masih tentang kualitas Pendidikan, Yosef menyodorkan data menyangkut indeks Pendidikan di Sumba. Katanya, indeks Pendidikan Sumba Barat 65,22 persen, Sumba Barat Daya 63,74, Sumba Tengah 63,48, Sumba Timur 67, 05. “Empat Kabupaten, indeks pendidikannya masih di bawah, tidak hanya secara nasional, tapi di NTT.  Dan tentu saja, ini menjadi keprihatinan kita bersama,” kata Yosef.

See also  Putusan Pengadilan Negeri Bekasi: Ade Puspitasari Sah sebagai Ketua DPD Golkar Kota Bekasi
Yulius Bobo dan Yosef Djakababa.

Kalau Mau Kaya, Jangan jadi  ASN

Pembicara lain, yakni Yulius Bobo mengajak para mahasiswa untuk sejak awal merencanakan kehidupan mereka. “Kita perlu siapkan. Jangan kita sia-siakan dengan minum mabuk,” katanya memberi contoh.

“Saya berlatar belakang swasta karena dari awal saya menetapkan, saya ingin kaya. Kalau mau yang pasti dan stabil, masuklah pegawai negeri karena ada tunjangan anak, istri dan lain-lain. Bisa dikalkulasi. Tapi kalau mau kaya, rencanakanlah hidupmu di swasta,” kata Yulius lagi.

Yulius lalu menyoroti kenyataan 90 persen penduduk Sumba adalah petani, tapi katanya, 80 persen tamatan pertanian tidak bekerja di sector pertanian. “Ini ada apa? Bahkan merasa minder bila disebut petani, dia lebih bangga kalau disebut honorer, walau jadi tenaga honorer di desa tidak ada gajinya,” kata mantan anggota DPR RI ini.

Sebenarnya, kalau 90 persen masyarakat Sumba adalah petani, jelas Yulius, kita harus bergerak di sektor pertanian. Presiden Amerika itu, katanya memberi contoh, pada umumnya dari keluarga petani, tapi kita tidak memilih jalur hidup petani.

“Sekali lagi, kalau you ingin kaya, jangan jadi pegawai negeri. Kalaupun nanti rumahmu banyak, kau punya rumah nanti ada di ‘kilo enam’. Sangat menyedihkan kalau memikirkan untuk korupsi,” ungkap Yulius mengingatkan.

Menurut Yulius, orang minder menjadi petani di Sumba karena bertani di Sumba hanya untuk mencari makan. Jadi kalau hujan datang orang tanam jagung, pepaya atau yang lain. Kalau ditanya untuk apa, jawabnya untuk makan. “Belum ada petani di Sumba yang mau cari untung dengan masuk di sektor pertanian. Cara berpikirnya, masih bagaimana cari makan. Nah! Ini tugas kalian,” kata Yulius lagi menantang para mahasiswa.

See also  Intelektual Papua Yance Tapyor: Kami Akan Layangkan Gugatan ke MK

Sementara itu, berbicara dari sisi budaya, Umbu Hunga Meha Tarap antara lain mengajak para mahasiswa untuk tidak lupa akar budaya mereka, juga memiliki pengatuan yang memadai tentang budaya Sumba. “Jangan sampai sewaktu-waktu ke museum kain Sumba di Belanda. Terus di sana ada yang tanya apa arti gambar mamuli di kain, ternyata tidak tahu, ini kan memalukan,” disambut senyum-senyum tipis

Pemegang Otoritas

Agustinus Tamo Mbapa atau Gustaf mengingatkan para pejabat seperti Bupati, anggota DPRD, Kepala Desa untuk menggunakan dengan baik jabatan dan otoritas mereka bagi kesejahteraan rakyat.

“Di Sumba, yang punya kuasa dan fasilitas pertama, adalah empat bupati. Mereka dengan kekuasaan yang ada mau buat apa saja bisa. Yang kedua anggota legislatif, 60 anggota DPRD se-Sumba. Mereka bisa memutuskan apa saja. Ketiga, 471 Kepala Desa di Sumba. Berarti, kalau satu desa dapat satu miliar, ada 471 miliar. Mereka juga bisa berbuat apa saja. Keempat, kita punya 10 anggota DPR RI Dapil 2 dan 10 anggota dewan provinsi. 2024 kita punya anggota DPR RI, tapi hilang karena Ibu Ratu mundur. Pertanyaanya, apakah kita sedih. Kita tentu sedih. Tapi kita masih punya yang lain-lain tadi itu,” kata politisi Demokrat ini.

“Pertanyaannya, sesuai tema kita, quo vadis mereka semua? Apa yang mereka perbuat terhadap semua sektor di Sumba? Sudah berganti-ganti pemimpin dan pejabat, masih begitu saja. Apa perubahannya? Mereka ini miskin semangat melayani publik. Mereka senang dilayani. Otoritas dan kekuasaan tidak dimaksimalkan,” tegas alumnus Undana Kupang ini melontarkan kritik. (Lapier 01)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*