Oleh GP Didinong Say
Tahun lalu, Moang Kheru sempat diberitakan wafat. Ternyata itu berita hoaks. Beliau saat itu hanya masuk ICU , dirawat secara intesif. Ketika monsinyur sudah kembali beristirahat dan dirawat di Lepo Bispu, Wairklau, Maumere, saya sempat datang bezoek dua kali di sana. Tahun ini, Selasa, 8 Oktober 2024, Mgr. Khaerubim mengembuskan napas terakhir. Selamat jalan, Bapa Uskup. Requiescat in Pace.
Belakangan setelah peristiwa rekonsiliasi adat di Lamalera, baru saya tahu bahwa uskup ber-fam Pareira Mata ini adalah keturunan dari pemukim asal Lembata di dusun Sikka. Mungkin itu jadi alasan dukungan politik buat AHP yang masih terhitung keponakan uskup Kheru itu kemudian meningkat lumayan drastis di Lembata. Tapi saya cukup yakin bahwa kota Larantuka itu juga punya kenangan tersendiri bagi Mgr. Kheru.
Sekira tahun 1988, saya pernah ikut mengantarkan uskup Kheru ke sebuah rumah di wilayah Slipi untuk bertemu dengan keluarga Dan Tanyala. Itulah pertemuan pertama saya dengan almarhum. Dan Tanyala sepertinya adalah sahabat atau relasi dekat Bapak Uskup, sudah sejak dari Larantuka tahun 1950-an ketika ia pernah tinggal dan mengikuti pendidikan sekolah rakyat di kota Reinha itu.
Masyarakat Larantuka di masa itu mengenang Kheru sebagai seorang kiper yang tangguh asal Maumere. Dan Tanyala ini sendiri pernah dikenal sebagai orang NTT paling kaya di Jakarta pada tahun 1970-an. Ia konon bergelimang harta karena berbisnis senjata dan suplai berbagai kebutuhan militeŕ lainnya bagi ABRI. Kemudian hari, ia menghilang tak tentu rimba hingga kini, katanya karena persaingan bisnis.
Uskup Berpengaruh Besar
Tahun 1986, dengan motto Ut Omnes Unum Sint, Gerulfus Kherubim Pareira SVD dibenum menjadi Uskup Weetabula, Sumba. Ia menduduki posisi itu selama 23 tahun, hingga tahun 2008.
Melalui pengajaran, sikap, dan karya, Uskup Kheru ternyata bisa menempatkan diri sebagai figur yang sangat disegani dan berpengaruh di pulau yang mayoritas penduduknya beragama protestan.
Ir. Datu Todu, ipar kandung saya, seorang mantan ASN di Waikabubak pernah menceriterakan bahwa Uskup Kheru itu bukan hanya milik orang katolik Sumba. Ia adalah kebanggaan, kecintaan dan panutan semua orang Sumba.
Ceritera ini mendapat konfirmasi baik dari Markus Dairo Talu, Niga Dapawole, maupun Paulus Kira, ketiganya pernah menjadi bupati di Sumba.
Rekomendasi atau endorsement Uskup Kheru untuk jabatan bupati di Sumba itu sangat signifikan sekaligus dominan. Perang suku di antara masyarakat Sumba sekarang nyaris tak terdengar lagi itu tak lepas dari pendekatan kasih Uskup Kheru kepada masyarakat Sumba.
Tolak Gratifikasi
Tahun 2008, Moang Kheru pulang kampung, jadi uskup Maumere menggantikan Mgr. Sensi yang ditunjuk menjadi Uskup Agung Ende. Ada beberapa memori masih cukup jelas tentang sikap dan karakter Mgr. Kherubim semasa beliau menjabat Uskup Maumere, di antaranya :
Pertama, ada ceritera dari Maumere bahwa Uskup Kheru di awal masa jabatannya mengembalikan mobil uskup yang adalah hadiah dari seorang politisi top Maumere bagi uskup Maumere sebelumnya.
Alasan pengembalian itu konon demi independensi Gereja. Uskup Kheru tak mau Gereja nanti bisa diatur atur atau distir oleh politik.
Ia secara tegas menolak segala bentuk caisaropapisme. Seperti di Sumba, ia punya cara sendiri dalam menjalankan prinsip ”sekularisasi”. Pengembalian mobil ini sempat menimbulkan distansi sosial politik saat itu di kalangan masyarakat Sikka.
Kedua, terkait Perayaan Natal tahun 2016 oleh masyarakat diaspora Maumere sejabodetabek di JIEXPO Kemayoran. Acara ini diinisiasi oleh Keluqrga Beaar Maumere Jakarta (KBM Jaya), sebuah ormas yang kala itu dipimpin oleh moat Blasius Bapa.
Sebagai ketua panitia, saya datang menemuinya di Wisma Kemiri. Kebetulan ia sedang mengikuti sidang KWI.
Uskup Keru menerima undangan dan mendengarkan penjelasan tentang rencana acara kegiatan. Setelah itu ia memberikan jawaban: Jangan pernah mengaitkan kepentingan politik apa pun dalam sebuah organisasi sosial kultural dan religius.
Bila itu terjadi maka organisasi itu cepat atau lambat akan terpecah belah. Hidup segan mati tak mau.
Akhirnya, dari Maumere datang berita definitif dari sekretaris uskup bahwa Mgr. Kheru tak bisa datang untuk memimpin misa Perayaan Natal KBM Jaya 2016 itu.
Saat pidato ketua panitia, saya sengaja, seolah-olah slip of tongue menyebut ”Selebrans utama, Mgr. Hila dari Pangkal Pinang sebagai Uskup Maumere”.
Pisah Sambut Uskup Maumere
Tahun 2018, setelah 2 tahun memohon pengunduran diri karena usia, Uskup Kheru akhirnya digantikan oleh Mgr. Ewal Sedu.
Dua paguyuban diaspora Flores di Jakarta, Maumere dan Ngada bersukacita. Umat Maumere gembira karena boleh memiliki uskup baru yang berasal dari Ngada.
Sementara itu teman teman pengurus dari Ikatan Keluarga Sumba Jakarta yang didominasi anak anak Sumba Barat Daya nampak sedih. Uskup Kheru yang mereka cintai itu akhirnya emeritus.
Maka dipimpin oleh alm Mikael Umbu Zasa, ratusan anak Sumba Jabodetabek datang bergabung dengan diaspora Maumere dan Ngada merayakan peristiwa iman duc in altum di Anjungan NTT Taman Mini Jakarta.
Acara misa inkulturasi berlangsung sangat meriah diikuti hampir 4.000 umat tiga paguyuban. Hadir juga para petinggi dari NTT, Nae Soi dan Robby Idong beberapa anggota DPR RI dan tokoh-tokoh masyarakat dan pemuda lainnya. Ada tarian kataga yang berderap mantap, ada ja’i yang bersemangat dan tentu saja ada hegong yang energik. Duc in altum.
Catatan saya terkait kehadiran Mgr. Kheru saat itu adalah bahwa kecintaan orang Sumba kepadanya memang total.
Orang-orang Sumba saat itu datang dengan pakaian adat lengkap, membawakan tarian persembahan dengan pekikan khas Sumba serta beberapa baris doa dalam bahasa Sumba. Padahal mereka itu hampir seluruhnya protestan. Tapi mereka kenal dan tahu siapa itu Kherubim serta jasa jasanya bagi Sumba.
Leave a Reply