Menag Mengaku Tidak Tahu Soal Penolakan Ibadah Arcamanik, Pembimas Katolik Jabar ke Mana?

Padro Franciscus

BANDUNG-Kasus pelarangan ibadah umat Gereja Santo Yohanes Rasul di Arcamanik, Bandung, yang terjadi pada 5 Maret 2025 terus menuai polemik. Meski begitu, Menteri Agama, Nasaruddin Umar, dalam pernyataannya kepada media pada 10 Maret 2025, mengaku belum mengetahui secara rinci kejadian tersebut dan akan melakukan kajian lebih lanjut.

Pernyataan ini menimbulkan kekecewaan di kalangan umat Katolik, khususnya Pemuda Katolik Jawa Barat. Bagi mereka, menilai peristiwa ini seharusnya menjadi perhatian serius Kementerian Agama dan lembaga terkait.

Wakil Ketua Bidang Riset, Advokasi dan Bantuan Hukum, Padro Franciscus SH MH menegaskan bahwa kejadian ini menunjukkan adanya kelemahan dalam fungsi pembinaan dan perlindungan terhadap hak beribadah bagi umat Katolik di Jawa Barat.

Aksi massa di depan Gedung Serba Guna

Menurut Padro, peran Pembimbing Masyarakat (Pembimas) Katolik Jawa Barat harus dievaluasi secara menyeluruh untuk memastikan bahwa hak-hak umat Katolik dalam menjalankan ibadahnya tetap terjamin.

“Kami sangat menyayangkan respon Menteri Agama yang terkesan lamban dan kurang tegas dalam menyikapi kasus ini. Penolakan terhadap ibadah yang sah dan legal ini merupakan preseden buruk bagi kebebasan beragama di Indonesia. Oleh karena itu, kami mendesak agar dilakukan evaluasi terhadap kinerja Pembimas Katolik Jawa Barat,” ujar Padro.

Lebih lanjut, Padro mengatakan bahwa Gedung Serba Guna (GSG) Arcamanik, yang menjadi lokasi ibadah jemaat Gereja Santo Yohanes Rasul, merupakan aset sah PGAK Santa Odilia. Gedung ini telah memiliki sertifikat hak milik dan sebelumnya tetap bisa digunakan oleh masyarakat umum.

Oleh karena itu, penolakan ibadah di tempat ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan menunjukkan adanya tekanan dari kelompok tertentu yang bertentangan dengan prinsip toleransi dan kebebasan beragama.

See also  Rakyat dan UMKM ikut Berpesta dalam Imlek Nasional 2023

Pemuda Katolik Jawa Barat juga meminta agar Kementerian Agama, khususnya Dirjen Bimas Katolik, turun tangan langsung dalam menyelesaikan masalah ini dan memastikan bahwa peristiwa serupa tidak terulang di masa mendatang.

Selain itu, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan berbagai elemen masyarakat sipil dan institusi terkait untuk mengawal kasus ini agar tidak berlarut-larut.

“Kami tidak ingin ada pembiaran terhadap tindakan intoleransi semacam ini. Negara harus hadir untuk melindungi hak beribadah setiap warganya, tanpa kecuali. Jangan sampai ada pihak yang merasa kebal hukum dan terus melakukan tindakan diskriminatif terhadap umat beragama,” tambahnya.

Pemuda Katolik Jawa Barat menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga ada kejelasan dan tindakan nyata dari pihak berwenang.

Mereka berharap evaluasi terhadap Pembimas Katolik Jawa Barat dapat segera dilakukan demi memastikan bahwa lembaga ini benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik dalam membina dan melindungi umat Katolik di wilayah tersebut. (*/Lapier/07)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*