
Ketua Majelis Pertimbangan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pdt. Gomar Gultom menyesalkan keputusan Pengadilan Negeri (PN) Medan yang menjatuhkan hukuman penjara 34 bulan kepada selebgram Kota Medan Irfan Satria Putra Lubis alias Ratu Thalisa alias Ratu Entok (40) pada Senin, 10/3/25 dalam kasus dugaan penistaan agama.
Dalam pers rilis yang dia kirimkan ke media ini (13/3), Pdt Gomar mengatakan, kekristenan sama sekali tidak ternodai dan tidak merasa terhina dengan aksi dan perkataan Ratu Thalisa melalui tiktoknya.
Kata Gomar lebih lanjut, kekristenan menjunjung tinggi prinsip kebebasan, dan karenanya membuka ruang untuk segala bentuk ekspresi, termasuk kebebasan Ratu Thalisa dalam mengekspresikan pendapatnya.
Bahkan Gomar mengatakan, hanya orang yang tidak mampu merayakan keberagaman yang merasa terganggu dengan itu, yang tidak dapat digeneralisir sebagai kekristenan.
Menurut Gomar, sejarah panjang kekristenan penuh dengan onak duri dan ragam penghambatan, tetapi Yesus sendiri berkata, “Ampunkanlah mereka Bapa.” Sudah, selesai begitu saja.
Oleh karenanya menurut mantan Ketua Umum PGI ini, mestinya kasus yang menjerat Ratu Thalisa, yang meminta Yesus mencukur rambutnya, tidak seharusnya dibawa ke ranah hukum.
Kalaupun itu harus dimasukkan sebagai delik penghinaan atau penodaan agama lanjutnya, sebagaimana tuntutan jaksa, mestinya cukuplah diselesaikan dengan nasihat atau paling keras dengan teguran berupa peringatan.
Pasal 313 KUHP yang merupakan penyempurnaan Pasal 156a KUHP lama merupakan akomodasi dari UU Nomor 1/PNPS/1965. UU itu sendiri menurutnya, mengamanatkan demikian. Cukup dengan nasihat atau teguran (ayat 2). Kalau sudah diperingatkan tetapi masih melakukan juga, barulah dibawa ke ranah hukum sebagai tindak pidana (ayat 3).
Penggunaan pasal-pasal dari Undang-Undang nomor 11/2008 dan nomor 1/2024, keduanya tentang informasi dan transaksi elektronik, hanya hendak membuktikan betapa bermasalahnya UU tentang Informasi dan Transasi Elektronik ini dari perspektif kebebasan berekspresi, dan menurut saya harus ditinjau ulang.
Menurut Gomar, penggunaan segala bentuk blasphemy law dan turunannya sangat berbahaya secara fundamental, karena memberi kesempatan kepada negara berteologi, sesuatu yang mestinya dihindari, karena bukan ranahnya.
”Oleh karenanya, saya berharap Ratu Thalisa mengajukan banding, dan dengan ini saya mengimbau pengadilan tinggi mengoreksi Keputusan PN Medan tersebut dan serta merta membebaskan Ratu Thalisa,” pungkas Gomar.
Diketahui, kasus yang menjerat selebgram Ratu Entok bermula saat siaran langsung di akun TikTok nya. Dalam videonya yang viral di media sosial, Ratu Entok tengah menunjukkan foto Yesus di handphone yang dipegangnya. Lalu, ia menyuruh Yesus untuk mencukur rambutnya agar tidak menyerupai perempuan.
“Jangan menyerupai perempuan, rambut harus dicukur, hmmm biksu kali ah. Kau cukur, heh, kau cukur rambut kau, ya. Jangan sampai kau menyerupai perempuan, kau cukur, dicukur biar jadi kek bapak dia. Dicukur, kalau laki-laki rambutnya harus botak, dicukur cepak, cukur woi,” ujar Ratu Entok. (Lapier/07)
Leave a Reply