Refleksi Natal: Emanuel, Tuhan Beserta Kita

Odemus Bei Witono

Oleh Odemus Bei Witono SJ, Mahasiswa Doktoral STF Driyarkara Jakarta

Kelahiran manusia merupakan peristiwa yang terus berlangsung sepanjang sejarah. Populasi dunia yang semakin bertumbuh mencerminkan dinamika kehidupan manusia yang penuh keberagaman.

Namun demikian, dalam hiruk-pikuk sejarah manusia, ada momen kelahiran yang begitu sunyi dan sederhana di Betlehem, sekitar dua ribu-an tahun silam. Peristiwa itu menjadi pusat perhatian iman Kristiani, yakni kelahiran Sang Juru Selamat, Emanuel, yang berarti “Tuhan beserta kita.”

Realitas kelahiran Yesus, Sang Sabda yang menjadi Daging, membawa pesan mendalam bagi umat manusia. Dalam kesederhanaan palungan, Sang Mesias lahir dari Roh Kudus melalui rahim suci Bunda Maria. Peristiwa ini mengingatkan kita bahwa Tuhan memilih cara yang sangat istimewa untuk melawat umat-Nya. Seperti yang digarisbawahi oleh para teolog besar seperti Thomas Aquinas, Karl Rahner, dan Joseph Ratzinger, Allah yang menyejarah bukanlah Dia yang hadir dalam kemegahan duniawi, tetapi dalam kerendahan hati dan keintiman relasi manusia.
Aquinas, dalam pemikirannya, menekankan bagaimana Allah menjelma agar manusia dapat memahami-Nya melalui bahasa dan pengalaman manusiawi.

Rahner menyoroti misteri inkarnasi sebagai tanda solidaritas Allah dengan umat manusia, sementara Ratzinger mengingatkan umat beriman bahwa kelahiran Yesus merupakan tanda kasih Allah yang total dan tidak bersyarat.
Dalam kandungan Elisabet, Yohanes Pembaptis bersorak kegirangan ketika Maria, yang mengandung Yesus, datang mengunjungi dirinya. Sorak sukacita ini menjadi gambaran iman yang tulus dan penuh pengharapan.

Kita, umat beriman, juga diajak untuk bersyukur atas kehadiran Sang Mesias yang membawa kabar baik bagi dunia. Natal bukan sekedar mengenai perayaan tahunan, tetapi momen iman untuk merenungkan bagaimana Allah hadir dalam hidup nyata di dunia.
Kisah Natal perlu dipahami dalam konteks perjalanan hidup Yesus yang akhirnya mencapai puncaknya wafat di Golgota, bangkit, dan naik ke surga.

See also  Ketika Malaikat Ingin Bunuh Diri

Kelahiran Yesus menjadi pintu awal dari karya keselamatan Allah bagi manusia. Dalam perjalanan-Nya, Yesus berkarya sambil memanggul salib — lahir di kandang domba bukan di rumah sakit mewah, tidak mempunyai rumah dalam karya, sebagai peziarah –, dan memberikan diri-Nya sebagai tebusan bagi dosa-dosa dunia. Natal yang demikian, menjadi undangan untuk memulai ziarah bersama Yesus, menjalani hidup yang penuh tantangan, namun selalu diarahkan pada karya penyelamatan.

Narasi kelahiran Yesus telah diwariskan secara turun-temurun, menjadi sumber kekuatan dan pengharapan bagi umat beriman. Kegembiraan Natal merupakan sukacita yang melampaui waktu dan ruang, menghubungkan kita dengan generasi-generasi sebelumnya yang juga telah merayakan kehadiran Sang Mesias.

Kisah ini mengajarkan kita untuk memandang kehidupan dengan perspektif iman, di mana setiap peristiwa, termasuk penderitaan, menjadi bagian dari rencana Allah yang lebih besar.

Dalam konteks demikian, perayaan Natal mengingatkan orang Kristen akan tugas dan panggilan mulia, menjadi garam dan terang kehidupan. Natal bukan hanya tentang mengenang kelahiran Yesus, tetapi juga tentang meneladani hidup-Nya. Umat beriman dipanggil agar dapat membawa damai dan sukacita ke dalam dunia yang penuh dengan tantangan.

Dalam setiap tindakan kasih, orang Kristen ikut ambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Seperti Maria yang berkata “Ya” kepada rencana Allah, kita juga diajak agar membuka hati dan hidup yang dijalani bagi kehadiran-Nya.
Orang Kristen memaknai Natal sebagai momen istimewa yang dilandasi iman yang kokoh, menjadikannya dasar hidup dan panduan dalam menjalani dinamika keseharian hidup.

Natal lebih dari sekadar perayaan, melainkan panggilan untuk memahami makna kelahiran Kristus sebagai wujud kasih Allah yang hadir di tengah manusia.
Natal mengingatkan umat Kristiani untuk menghadirkan Betlehem baru, tidak hanya di hati mereka, tetapi juga dalam keluarga dan komunitas. Betlehem baru ini adalah tempat di mana kasih Tuhan dirasakan, persaudaraan diperkokoh, dan keadilan ditegakkan.

See also  Cerpen Odemus Bei Witono: Singkong Bakar dan Harapan di Pulau Rindu

Dengan demikian, makna Natal menjadi nyata melalui tindakan sederhana namun bermakna, seperti berbagi, mengampuni, dan melayani sesama. Natal menjadi ajakan bagi orang percaya untuk hidup dalam terang Kristus, membawa harapan bagi dunia.

Dalam merayakan Natal, persaudaraan merupakan faktor penting dalam menemukan Betlehem baru di tengah bangsa yang beragam seperti Indonesia. Semangat persaudaraan yang diajarkan oleh Kristus melampaui batas etnis, agama, dan budaya, mendorong umat beriman agar melihat setiap orang sebagai saudara yang sama-sama memiliki martabat luhur di hadapan Tuhan.

Di Indonesia, di mana perbedaan sering menjadi sumber ketegangan, Natal menjadi pengingat akan panggilan untuk hidup rukun dan saling mendukung. Persaudaraan ini bukan hanya sekadar konsep, tetapi perlu diwujudkan dalam tindakan nyata, yakni merangkul siapa saja yang terpinggirkan, mendukung mereka yang lemah, dan membangun jembatan di antara kelompok yang berbeda.
Belarasa dalam ketulusan menghasilkan persaudaraan.

Belarasa menggerakkan hati untuk tidak hanya peduli, tetapi juga bertindak, menjadi perpanjangan tangan Tuhan bagi mereka yang membutuhkan. Hal demikian dapat dimulai dari hal-hal kecil, seperti mendampingi pribadi yang merasa sendiri, memberikan perhatian terhadap orang yang terpinggirkan, atau membantu mereka yang sedang dalam kesulitan.

Sebagai catatan akhir, Betlehem baru dalam peristiwa Natal bukan sekadar tempat, melainkan simbol kehidupan yang didasarkan pada iman, persaudaraan, dan belarasa. Natal mengingatkan umat beriman agar menghadirkan damai dalam hati dan komunitas, menjadikan cinta kasih sebagai fondasi hidup.

Semoga damai Kristus senantiasa menyertai langkah kita, membawa harapan dan sukacita di tengah dunia. Selamat merayakan Natal!

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*