Nasib Orang Asli Papua dan Peringatan Hari HAM

Merenungkan nasib orang Papua dan alam mereka pada Hari HAM.

Oleh Simply da Flores

Tanya atas Balada Sebuah Penantian

1.
Tetes-tetes darah saudaraku
kini terus mengalir menjadi sungai pertanyaan
pada sunyi hutan belantara
pada senyap dusun kampung
pada gamang desa dan kota
pada halaman media sosial

Ratapan dan tangisan menjadi sungai air mata
Ada yang mengalir ke muara dan samudera
Ada yang kering bersama daun
Ada yang bisu dan lenyap ditelan kabut awan
Jiwa tercabik lara derita dan mati dalam raga berdarah galau
Sampai kapan lara derita ini?
Haruskah terlahir untuk mati sia- sia di tanah ini?

2.
Tempo doeloe…
kami saling berperang antar suku
dan kemudian moyang kami mewariskan wilayah pada anak generasi
Kami hidup dari alam lingkungan
dan mendambakan damai bagi anak cucu
agar tersenyum di tanah lahirnya yang kaya raya

Hari ini….
kami terus terimpit dan mati merana
Ada yang terbunuh oleh tangan tak kelihatan
Ada yang dibunuh sesama saudara
Ada yang dianiaya dengan aneka alasan
Ada yang hilang tanpa jejak berita
Entah karena warna kulit kami
Entah karena banyak yang tak mampu baca tulis berhitung
Entah karena kekayaan tanah air kami

Inikah lagu balada tak bertepi dan kami harus mati musnah di tanah ini?

3.
Sudah puluhan tahun
kami hidup dalam penantian tak pasti
Sejarah panjang air mata, lara derita dan banjir darah
Apakah akan datang Sang Juru Damai?
Adakah jawaban atas darah dan air mata kami?
Apakah bicara itu kejahatan makar,
dan menyatakan hak itu melawan hukum negara dan HAM?
Benarkah teraniaya, terluka parah dan tertembak mati adalah jawaban atas penantian kami?

Kami sudah terpecah belah
dan tidak tahu siapa kawan dan lawan
Kami semakin tidak saling mengenal
karena isi hati telah dilumuri darah
Kami terus saling curiga bahkan saling membunuh
atas nama hak dan kebenaran masing-masing

See also  MEMBAWA ANAK KEPADA TUHAN

Mata nurani jiwa dan pikiran
kini rabun dan buta untuk mengerti dan memilih
bahkan dibuat tidak mengenal diri pribadi

4.
Apakah kebenaran dan damai ada di ujung senjata tajam dan peluru?
Adakah adab kemanusiaan bukan hak kami dan harus dibantai di kampung halaman tanah lahir ini?
Apakah pengangkatan seorang Menteri HAM dari anak generasi kami adalah solusi bagi darah dan air mata ini?
Mengapa semua ini terus terjadi?
Kemanakah para pemimpin bangsa dan dunia?

Penantian kami di tanah ini balada air mata
dan ratapan kami seperti aib bagi telinga dunia
Daging yang tersobek dan banjir darah kami
seperti fakta yang buta bagi mata manusia
Entah di antara kami sodara se-tanah air
Entah di negara dan bangsa Pancasila
Entah bagi para tokoh agama dunia
Entah oleh pemimpin negara dan organisasi bangsa-bangsa
Ataukan semua bungkam taat pada kerakusan pada pemilik modal

5.
Apakah suku bangsa kami adalah aib dan sampah kehidupan
yang harus dicap negatif, lalu disiksa dan dibantai habis
Apakah demi kekayaan alam kami, maka kami dan anak keturunan harus dihabisi
Mengapa kami terlahir di tanah ini serta harus merana dan mati di tengah kelimpahan sumber daya alam…?!
Inikah takdir balada penantian bagi suku bangsa kami
oleh negara ini dan berbagai pemodal dunia serta kaki tangannya?

Balada penantian ini seperti utopi
Cerita duka lara ini bagaikan ilusi
Tetapi ratapan, lara derita dan air mata mengalir
Darah para korban terus berjatuhan dan membanjir
Masalah diatasi dengan masalah
wilayah dibagi-bagi demi kekuasaan dan investasi
Putra-putri kami diadu memperebutkan kursi jabatan
Seluruh pribadi dicengkram kata dan angka-angka

See also  TIGA SENJATA

6.
Tentara dan senjata dikerahkan amankan keputusan politik
Kata-kata janji disebarkan mencuci nalar
Suara perjuangan dan pernyataan hak asasi hilang bersama angin
Entah sampai kapan balada ini
Siapa yang menghentikan darah dan menghapus air mata kami

Para tokoh adat budaya tak berdaya
dicaplok dari akar untuk berorganisaai
Para tokoh agama terseret dalam dinamika politik
Para terpelajar larut dalam demo dan meja musyawarah
Para pejabat terlibat korupsi dan tagihan administrasi
Masyarakat sederhana merana kebingungan untuk berharap pada siapa
Entah inikah pembangunan manusia seutuhnya?
Entah inikah oligarki dan investasi?
Atau inikah lagu balada tak bertepi,
dan kami harus mati musnah di tanah ini??

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*