Naturalisasi Pemain  Jangan Keterusan, Nanti Keenakan dan Membunuh

Wajah baru Timnas Indonesia di bawah Erick Thohir dan Shin Tae Yong. (ist)

Emanuel Dapa Loka, Pencinta Timnas

Pada era pelatih Shin Tae Yong dan Ketua Umum PSSI Erick Thohir aksi naturalisasi pemain tampaknya tumbuh subur sekali. Sebelumnya ada juga, tapi tidak semarak pada zaman kedua orang tersebut.

Bisa ditebak alasan naturalisasi yang terasa mulai over dosis ini. Ya, agar Timnas bisa bicara banyak di pertandingan-pertandingan di tingkat Asean, Asia dan Dunia. Ada semangat dan harapan yang berlebihan agar Indonesia Raya dan Merah Putih lekas-lekas berkumandang dan berkibar di ajang-ajang tersebut.

Saya termasuk dari ratusan juta rakyat Indonesia yang sangat bangga saat Indonesia Raya dinyanyikan mengiringi pengibaran Merah Putih. Dengan bulu badan berdiri, saya ikut berdiri menyanyi Indonesia Raya di depan layar televisi yang menyiarkan. Sangat bangga dan terharu. Air mata pun meleleh.

Saya yakin, saking bangga dan cinta terhadap Timnas, ketika Timnas bermain dengan tim manapun, seperti Argentina,  penonton Indonesia pasti tetap mati-matian mendukung Timnas.

Tapi untuk urusan semangat naturalisasi tersebut, saya harus menyampaikan isi hati. Saya tidak anti dengan naturalisasi, tapi di saat sudah tampak berlebihan, saya harus katakan.

Timnas Indonesia di bawah asuhan Shin Tae Yong.

Untuk sekarang ini saja, kita setidaknya memiliki 10 pemain hasil naturalisasi, belum lagi beberapa pemain yang sedang dalam proses naturalisasi seperti ketiga pemain yang akan menempati posisi kiper, yakni Maarten Paes, Cyrus Margono, dan Daniel Klein serta Elkan Baggot yang entah masih dipakai untuk Timnas atau tidak lagi.

Kesepuluh pemain yang sudah resmi dan sudah bermain untuk Timnas adalah Jordi Amat, Justin Hubner, Jay Idzes, Shayne Pattynama, Sandy Walsh, Nathan Tjoe-A-On, Thom Haye, Ivar Jenner, Ragnar Oratmangoen, Rafael Struick. Kurang kiper saja, mereka sudah satu kesebelasan.

See also  Bercermin pada Model Kepemimpinan Yesus

Kalau nafsu bernama naturalisasi ini tidak dikendalikan, akan tiba saatnya Timnas Indonesia berisi ”Bule” semua, sementara pemain ”Produk dalam negeri” tersingkir semua dan menjadi penonton. Bahkan, mungkin jadi penonton saja mereka tidak sudi. Sadar atau tidak, ini membunuh potensi-potensi yang ada di seantero Nuasantara.

Alasan yang acap dikatakan sebagai alasan pembenar atas tidak terpakainya ”Pemain produk dalam negeri”: kalau kalian mau dipakai untuk Timnas, berjuang dong. Tingkatkan kualitas.

Menurut saya, pernyataan semacam ini adalah pernyataan yang diidap mental instan dan tidak bertanggung jawab, apalagi kalau pikiran ini hinggap juga di kepala Presiden, Ketua Umum PSSI dan orang-orang yang mestinya bertanggung jawab terhadap kemajuan sepak bola Indonesia. Negeri ini memiliki sangat banyak pemain potensial, sayangnya kita lemah dalam mengaktualkan potensi mereka itu. Lalu kita meneempuh jalan pintas bernama ”Naturalisasi”.

Pertanyaannya: Bagaimana bisa muncul pemain-pemain bagus kalau tidak ada proses yang benar dan berkualitas di dalam negeri? Liganya tidak dijalankan dengan baik, berikut segala keruwetan yang ada di dalamnya.

Padahal kalau liganya berjalan dengan baik, selain menghasilkan pemain yang berkualitas bagus, juga dapat menggerakkan potensi-potensi lain, termasuk potensi ekonomi yang melibatkan berbagai pihak.

Pemain yang kita naturalisasi sudah kebanyakan. Idealnya, cukup 5 atau 6 orang dan bersifat sangat selektif untuk memberi pengaruh dan motivasi kepada ”Pemain produksi dalam negeri”. Belum lagi saat main, tidak rela rasanya pemain naturalisasi yang diturunkan sampai delapan orang. Ini kebablasan.

Naturalisasi itu tidak salah, namun jangan overdosis. Sementara itu, jangan alpa memikirkan dan menyelengarakan liga yang makin hari semakin berkualitas. Kita memiliki perangkat yang cukup untuk menyelenggarakan liga yang bisa menunjukkan progres dari musim ke musim.

See also  Homo Ludens dan Nilai Suara Rakyat dalam Kasus Mundurnya Ratu Talu

Hanya berkonsentrasi di naturalisasi, berarti kita hanya mau enaknya saja. Orang lain yang membentuk pemain-pemain itu, lalu PSSI tinggal pakai, dan bersamaan dengan itu nama pelaku naturalisasi melambung tinggi sebagai orang-orang yang berjasa mengangkat harkat sepak bola Indonesia.

Menyangkut pelatih. Kalau pelatih-pelatih Indonesia yang lain dikasih pemain-pemain yang sudah jadi seperti Rafael Struick dan kawan-kawan, mereka bukan tidak bisa membawa Timnas ke prestasi yang membaik.

Shin Tae Yong bisa jadi memang adalah pelatih hebat, tapi kehebatannya menjadi semakin bersinar karena mendapatkan pemain-pemain yang sudah jadi. Dia tinggal mengatur strategi, yang juga bisa ditangkap dan dieksekusi dengan baik di lapangan oleh para pemain yang sudah jadi.

Terakhir, saya ingin serukan: kendalikanlah semangat atau nafsu naturalisasi, sambil menata liga dalam negeri dengan baik.**

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*