Dr. Benny Susetyo, Pakar Komunikasi Politik
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 berpotensi mengembalikan esensi demokrasi. Putusan ini menurunkan ambang batas pencalonan gubernur dari 20 persen menjadi 7, 5 persen.
Sebelumnya, threshold sebesar 20 persen kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara partai politik di Pileg DPRD telah menutup peluang bagi banyak partai, mendorong mereka untuk berkoalisi dengan partai besar atau terpaksa mendukung calon yang tidak mereka kehendaki.
Keputusan tersebut tidak hanya memberikan peluang baru bagi partai-partai kecil, tetapi juga bagi tokoh-tokoh yang sebelumnya terhalang oleh tingginya threshold. PDPI dan Anies Baswedan, kini memiliki peluang baru untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta.
Abraham Lincoln pernah mengatakan bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pernyataan ini menegaskan bahwa dalam demokrasi yang sejati, partisipasi aktif rakyat dalam menentukan pilihan mereka adalah kunci.
Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang mengutamakan kepentingan rakyat, bukan kepentingan politik kartel yang hanya mementingkan kekuasaan. Putusan MK ini, dalam banyak hal, dapat dipandang sebagai upaya untuk mengembalikan esensi demokrasi.
Keberpihakan MK
Dengan memberikan peluang bagi lebih banyak calon untuk maju, MK telah menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat, bukan kepada kepentingan sempit kartel politik. Ini adalah langkah yang harus diapresiasi dan didukung oleh semua pihak yang peduli dengan masa depan demokrasi di Indonesia.
Keputusan MK ini juga memberikan kita pelajaran penting tentang pentingnya membangun demokrasi yang kreatif dan partisipatif. Demokrasi yang sehat adalah demokrasi di mana partisipasi rakyat diutamakan, di mana pilihan rakyat dihargai dan diakomodasi, bukan diabaikan atau dimanipulasi.
Dalam konteks ini, partai-partai politik memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa mereka tidak terjebak dalam politik kartel yang hanya menguntungkan segelintir elit. Sebaliknya, mereka harus menjadi pelayan publik yang sejati, yang mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
Realitas politik Indonesia saat ini menunjukkan bagaimana kartel politik dapat menguasai demokrasi, dengan menghalangi munculnya calon-calon terbaik dan memanipulasi proses demokrasi untuk kepentingan segelintir elit.
Demokrasi di Bawah Ancaman Serius
Dalam konteks Pilkada DKI Jakarta, fenomena “borong tiket” oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) menunjukkan betapa demokrasi kita tengah berada di bawah ancaman serius. Ketika partai-partai politik lebih mementingkan keuntungan pragmatis dan kekuasaan daripada mengedepankan kehendak rakyat, esensi dari demokrasi itu sendiri mulai terkikis.
Pemilih hanya disodori calon boneka, tanpa adanya pilihan yang nyata dan bermakna. Ini bukan hanya menghina nalar demokrasi, tetapi juga merampas kedaulatan rakyat. Fenomena kartel politik adalah salah satu dampak langsung dari penerapan threshold yang tinggi.
Kartel politik terbentuk ketika partai-partai besar bekerja sama untuk menguasai panggung politik, sering kali dengan mengabaikan atau bahkan menyingkirkan partai-partai kecil dan calon independen.
Dalam konteks Pilkada DKI Jakarta, Koalisi Indonesia Maju (KIM) telah menjadi contoh nyata dari bagaimana kartel politik dapat mendominasi pemilihan, dengan memborong tiket pencalonan dan menghalangi munculnya calon-calon potensial lainnya.
Kartel politik seperti ini menciptakan monopoli kekuasaan yang merusak esensi demokrasi. Dalam demokrasi yang sehat, rakyat seharusnya memiliki banyak pilihan, dan setiap calon seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk bersaing.
Namun, ketika kartel politik menguasai panggung politik, pilihan rakyat menjadi terbatas, dan mereka sering kali hanya disodori calon boneka yang diusung oleh kartel tersebut. Ini adalah bentuk penghinaan terhadap nalar demokrasi, di mana rakyat tidak lagi memiliki kontrol penuh atas proses politik.
Langkah Berani dan Visioner
Keputusan MK untuk menurunkan threshold pencalonan gubernur di DKI Jakarta adalah langkah berani dan visioner yang harus diapresiasi. Ini adalah upaya nyata untuk menyelamatkan demokrasi kita dari jerat politik kartel, dan untuk mengembalikan kedaulatan rakyat yang sejati.
Namun, tugas kita belum selesai. Kita harus terus mengawasi dan memastikan bahwa proses demokrasi di Indonesia berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, partisipasi, dan kedaulatan rakyat. Kita harus terus memperjuangkan demokrasi yang sehat, di mana rakyat memiliki pilihan yang nyata dan bermakna, dan di mana kekuatan politik tidak digunakan untuk merampas hak-hak rakyat.
Hanya dengan cara inilah kita dapat memastikan bahwa demokrasi di Indonesia tetap hidup dan berkembang sesuai dengan harapan dan cita-cita para pendiri bangsa kita. Dengan penurunan threshold ini, lebih banyak partai politik kini dapat mengajukan calon gubernur tanpa harus berkoalisi dengan partai lain.
Ini berarti bahwa rakyat akan memiliki lebih banyak pilihan, dan calon-calon potensial yang sebelumnya terhalang oleh tingginya threshold kini memiliki peluang untuk maju dalam Pilkada. Sebagai contoh, Anies Baswedan, yang sebelumnya kehabisan partai politik untuk mengusungnya, kini memiliki kesempatan baru untuk berkompetisi.
Penurunan threshold juga mendorong munculnya tokoh-tokoh baru yang mungkin memiliki visi dan misi yang berbeda dari partai-partai besar. Ini adalah hal yang positif bagi demokrasi, karena memungkinkan adanya diversitas dalam pilihan yang tersedia bagi rakyat.
Dengan lebih banyak calon yang bersaing, rakyat dapat lebih leluasa memilih calon yang benar-benar mereka kehendaki, bukan sekadar calon yang diusung oleh kartel politik. Penurunan threshold juga dapat membantu menjaga keseimbangan kekuasaan dalam politik.
Dalam situasi di mana kartel politik mendominasi, kekuasaan cenderung terkonsentrasi pada segelintir elit, yang dapat mengakibatkan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Dengan membuka ruang bagi lebih banyak partai politik untuk bersaing, putusan MK ini membantu memastikan bahwa kekuasaan tidak terkonsentrasi pada satu atau dua partai besar saja.
Selain itu, putusan ini juga dapat mendorong partai-partai kecil untuk lebih aktif terlibat dalam politik, karena mereka tidak lagi harus bergantung pada koalisi dengan partai besar untuk dapat mencalonkan kandidat. Ini dapat memperkuat sistem politik Indonesia secara keseluruhan, karena partai-partai kecil yang sebelumnya terpinggirkan kini memiliki kesempatan untuk menunjukkan potensi mereka.
Dengan menurunkan threshold, MK tidak hanya memperluas kesempatan bagi partai-partai kecil dan calon independen, tetapi juga membuka pintu bagi beragam calon yang sebelumnya terhambat oleh batasan tinggi.
Langkah ini menciptakan ruang yang lebih adil untuk kompetisi politik, mengurangi ketergantungan pada koalisi dengan partai besar, dan memberikan rakyat pilihan yang lebih beragam. Namun, tantangan masih ada.
Proses implementasi harus dilakukan dengan transparansi dan keadilan untuk memastikan bahwa penurunan threshold tidak hanya menjadi simbol perubahan, tetapi benar-benar meningkatkan kualitas demokrasi.
Semua pihak, dari partai politik hingga pemilih, harus berkomitmen untuk menjaga prinsip-prinsip demokrasi dan mengawasi dinamika politik agar tetap sesuai dengan harapan rakyat. Hanya dengan komitmen bersama kita dapat memastikan bahwa demokrasi di Indonesia tetap dinamis, inklusif, dan berfungsi sesuai cita-cita pendiri bangsa.
Leave a Reply