Bahwa Ibu yang Mengandungku Bukanlah Pelacur

Wanita yang ditinggal, menempuh jalan sunyi. (Gambar sekadar ilustrasi)

Oleh Emanuel Dapa Loka

Di bawah runcing gerimis malam yang
riang di atap bertudung ilalang,
ada sebongkah hati yang gelisah

Ya, hatiku…

Hati yang ingin segera meretas malam
untuk berjumpa mentari yang mengantarnya
menyusuri masa silam,
lalu mengentak kakinya
bergegas ke masa depan

Aku bercermin pada kaca
di dinding kamar yang kusam
Ia amat jujur meneropong hatiku yang gering,
lalu menyeberang, dan menyendengkan telinga
pada degup jantung yang memompa merah darah

Teringat bahwa aku insan beribu, namun “Tak berayah”,
bahwa aku meramu hidup di bawah doa sepi ibu
tanpa timpal “Amin” ayah

Aku rindu “Aminmu” dalam darasan doaku dan ibu
bagi cinta dan hidup kita
yang bungah di pelataran kampung

Mampirlah dalam rindu dan doaku
untuk menyirami hati yang gersang,
agar ia bersalin rasa
bagai ilalang kering yang terpapar embun malam
di sabana berbatas langit

Mampirlah walau hanya sejenak,
agar semesta tahu
bahwa ibu yang mengandungku
bukanlah pelacur,
bahwa ibuku adalah wanita amat bermartabat
nan berjiwa mulia,
yang tegar penuh gairah
menempuh jalan sunyi
karena terbalut cinta dan harapan.*

Catatan:

Pada sebuah tengah malam yang sepi (Pukul 00.30 WIB), tiba-tiba sebuah teks wa masuk ke handphone saya. Tidak ada nama pengirim di daftar nama.

Pemuda itu bercerita singkat tentang ayahnya yang ”Pergi” meninggalkan dia besama ibunya. ”Entah masih hidup atau sudah mati,” katanya.

Dia lalu minta dibantu meringankan beban batinnya dengan membuatkan puisi. “Nanti saya akan membaca sendiri,” katanya tanpa menjelaskan kapan dan di mana dia akan membacanya.

Dugaan saya, malam itu hatinya sedang ditikam rindu, tapi juga bisa kebenciannya sedang memuncak. Entahlah! Tak ada hal lain yang dia lakukan, lalu mengirim pesan berisi permintaan tersebut ke ponsel saya.

Setelah ”Berjuang, mengendap-endapkan” guratan batinnya itu, saya menulis puisi tersebut. Maklum, saya hanyalah ”Penyair” kambuhan.

See also  Refleksi Natal: Emanuel, Tuhan Beserta Kita

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*