
Ketika masih kecil, Emanuel Dapa Loka tidak pernah membayangkan akan menjadi wartawan. Maklum, pada masa kecilnya dia tidak pernah mendengar tentang wartawan, apalagi berjumpa seorang wartawan. Meski begitu, sejak menjalani pekerjaan wartawan, sampai saat ini, dia belum pernah “pindah ke lain hati” atau pindah bekerja di bidang lain.
Sejak masih mahasiswa di Yogyakarta, pria asal Desa Pero atau Piero, Wewewa Barat, Sumba Barat Daya, NTT ini sudah melakoni pekerjaan sebagai wartawan freelance untuk beberapa media.
“Kerennya freelance. Saya kirim tulisan ke media hanya inisiatif pribadi. Puji Tuhan, ada yang dimuat, tapi lebih banyak yang tidak dimuat. Dan puji Tuhan juga, saya tetap semangat walau banyak yang tidak dimuat,” akunya kepada Celestino Reda dalam mata acara “Ruang Celestino” di LAPIERO TV beberapa waktu yang lalu.

Sebagai orang yang baru belajar ketika itu aku Eman, dia tidak kecewa apalagi marah-marah lalu mutung jika ada tulisannya yang tidak dimuat. “Saya tidak marah-marah. Tapi begitu ada tulisan yang dimuat, bangganya sampai di ubun-ubun. Awal-awal, tulisan-tulisan yang dimuat, saya foto kopi lalu kirim ke kampung. Ternyata Bapak, Mama dan saudara-saudara senang sekali,” akunya.
Lebih lanjut katanya, berbeda dengan banyak orang yang saat ini belajar menulis. “Begitu kirim tulisan, langsung buru-buru tanya ‘kapan dimuat’, lalu kalau tulisannya tidak dimuat karena belum memenuhi syarat, langsung ngambek dan tidak mau mengirim tulisan lagi,” jelas ayah satu anak ini. “Sering sekali ada yang begitu. Maunya cepat-cepat jadi wartawan atau penulis hebat. Ada prosesnya, jalani saja,” katanya tersenyum.

Eman mengaku bangga menjadi wartawan, selain karena bisa memberikan pencerahan, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial, melalui profesinya ini dia mengaku bisa membantu orang.
“Contohnya banyak. Saya membantu Andre Graff dalam pembangunan proyek air bersih di Lamboya, Sumba dengan tulisan. Membangun rumah pemulung di Bekasi karena tulisan, atau membantu uang sekolah anak-anak di Sumba karena tulisan, dan masih banyak lagi. Saya mau jadikan ‘jalan wartawan’ ini sebagai saluran berkat,” kata penulis sejumlah buku, antara lain Orang-orang Hebat; Dari Kata Kaki ke Mata Hati ini.
“Mungkin karena bangga itu sehingga saya tidak mau ‘pindah ke lain hati’. Saya masih di sini,” kata alumnus Universitas Mercu Buana Jakarta ini sambil tertawa lepas.
(Celestino Reda)
Selamat berkarya Om, Terimakasih sudah berbagi
Sama-sama, Alika.
Menjadi berkat bagi orang lain membahagiakan.