
LAPIERO.COM-Belum adanya kepastian hukum, apalagi pemenuhan rasa keadilan bagi korban atas laporan polisi Lilis Keraf di Polres Flores Timur 22 Pebruari 2021 yang sebentar lagi genap satu tahun memperlihatkan kinerja penegakan hukum di Polres Flores Timur sangat tidak profesional dan berintegritas.
Hal tersebut dikatakan Gabriel Goa, Ketua Dewan Pembina PADMA INDONESIA dan Ketua KOMPAK INDONESIA dalam pers rilisnya kepada LAPIERO.COM (20/20).
Dengan nada menyindir, Gaby mengatakan, “Saking sibuknya Kasat Reskrim dan Kanitnya hingga penanganan satu perkara bisa memakan waktu satu tahun.”
Kata Gaby lebih lanjut, sudah waktunya pers, pimpinan Mabes Polri, Polda NTT dan Komisi III DPR RI serta Lembaga Negara seperti Komnas Ham, Ombudsman RI, Kompolnas dan KPK RI mengawasi pembiaran bahkan pemetiesan laporan korban Lilis.
Terpanggil untuk menyelamatkan harkat dan martabat korban dan wibawa Polri, maka Gaby melalui Lembaga Hukum dan Ham PADMA INDONESIA (Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia) bekerjasama dengan KOMPAK INDONESIA (Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia) menyatakan: pertama meminta Kapolri memerintahkan Kapolda NTT mencopot dan memeriksa Kasat Reskrim beserta Kanit-kanitnya yang tidak profesional dan tidak berintegritas dalam menegakkan hukum di lingkup reskrim Polres Flores Timur.
Kedua, mendesak Komisi III DPR RI untuk melakukan rapat dengar pendapat dengan Kapolri dan Polda NTT untuk mengevaluasi kinerja penegakan hukum di NTT oleh aparat penyidik yang tidak profesional dan tidak berintegritas sehingga banyak perkara yang “dipetieskan” bahkan “diesbatukan” mulai dari LP wong cilik atau orang kecil hingga Ketua DPRD di wilayah hukum Polda NTT.
Ketiga, mendesak KPK RI agar lebih proaktif melakukan supervisi bahkan mengambil alih kasus-kasus Tindak Pidana Korupsi yang dipetieskan bahkan diesbatukan baik yang ditangani Polres maupun Polda NTT yang berdampak pada ketidakpercayaan publik terhadap Aparat Penegak Hukum dalam penegakan hukum Tindak Pidana Korupsi.
Keempat, mengajak solidaritas publik, tokoh agama dan pers untuk mengawasi dengan ketat penegakan hukum yang mengabaikan profesinalisme, integritas dan pemenuhan keadilan korban baik wong cilik maupun pejabat publik di NTT. (Lapier 02)
Leave a Reply